Pemerintah Akan Buka Keran Impor Gula Ribuan Ton, Ekonom: Jalan Mencari Rente untuk Biaya Pemenangan Pemilu

CREATOR: gd-jpeg v1.0 (using IJG JPEG v62), quality = 82
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id -Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menanggapi rencana pemerintah mengimpor gula sebanyak 500 ribu ton di tengah banjir stok dalam negeri. Ia menilai ada tren atau pola yang menunjukan impor gula kerap terjadi menjelang Pemilu.

“Ini salah satu jalan untuk mencari rente dan bisa digunakan untuk pembiayaan pemenangan pemilu,” ucapnya saat dihubungi Tempo, Sabtu, 29 Oktober 2022.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Bhima menuturkan impor gula itu dilakukan meskipun kondisinya konsumsi dalam negeri sedang rendah atau industri pengolahan sedang mengalami perlambatan. “Itu perlu menjadi pertanyaan,” kata dia.

Sebab, gula adalah komoditas pangan yang memilki banyak rent seekor atau pemburu rente. Indonesia sendiri merupakan adalah salah satu negara pengimpor gula tertinggi dibandingkan negara lainnya. Padahal, kata Bhima, Indonesia punya potensi perkebunan tebu sebagai bahan baku gula yang cukup besar.

Industri gula pun juga bukan barang baru di Indonesia. Ia menjelaskan sejak zaman penjajahan Belanda, sudah banyak pabrik-pabrik industri gula di Tanah Air. Permasalahannya ada pihak yang menikmati rente dari impor gula. Sehingga, pihak tersebut lebih menginginkan status quo agar Indonesia terus bergantung pada impor.

Hal itu juga berpengaruh kepada suntikan modal bagi perkebunan tebu dan industri manufaktur pengolahan gula. Hasilnya, di dalam negeri industri dan perkebunan tersebut kurang berkembang. Sedangkan penikmat rente itu, kata dia, sudah terlalu menikmati keuntungan dari impor gula. Pengimpor tidak perlu menanam tebu dan mengolah gula, mereka menjual produk ke Indonesia kemudian mendapatkan margin keuntungan.

Karena itu, ia menilai perlu ada perubahan tata niaga dari komoditas gula secara nasional. “Tapi revitalisasi industri juga mendesak,” ucapnya.

Di sisi lain, Bhima mengungkapkan ada lobi-lobi untuk membuat Indonesia menjadi negara yang pro terhadap impor pangan, salah satunya melalui Undang-undang Cipta Kerja. Menurutnya, Undang Cipta Kerja berkaitan dengan pasar impor karena posisi impor menjadi setara dengan posisi dalam negeri. Sedangkan sebelumnya impor hanya dilakukan ketika kebutuhan domestik tidak terpenuhi dari hasil produksi dalam negeri.

“Kalau sekarang, di dalam Undang-undang Ciptaker disetarakan. Jadi ada skenario untuk mempermudah impor, terutama impor pangan, termasuk gula,” ujar Bhima.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikun mengeluhkan langkah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang dikabarkan telah memberi izin rekomendasi impor gula konsumsi sebanyak 500.000 ton.

Padahal menurut Sumitro, stok gula pada akhir 2021 atau awal tahun 2022 sebesar 1,1 juta ton. Dengan konsumsi gula nasional per tahun sebesar 3 juta ton, artinya masih ada surplus 1,6 juta ton gula. “Kenapa di surat itu disebutkan prediksi sisa gula kita ini 880.000 ribu? Ini kan udah beda. Kita gak diajak ngomong,“ ucapnya.

 

 

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *