Hajinews.id – Gus Baha jelaskan perbedaan cara beriman antara orang pintar dengan orang bodoh.
Orang pintar itu menggunakan pikirannya yang rumit untuk memikirkan keberadaan Allah.
Sementara itu, orang bodoh menggunakan pikirannya juga namun dengan sederhana sembari mengerjakan rutinitasnya.
Oleh karena itu, menurut Gus Baha, orang yang pintar itu bisa beriman kepada Allah dan orang bodoh juga demikian dengan cara masing-masing.
Gus Baha menyampaikan, “Menjadi hamba Allah itu enak. Jadi, Allah selalu menciptakan cara awam untuk beriman. Misalkan iman menurut orang yang pintar. Begini saya ajarkan iman menurut orang pintar.”
“Menurut orang pintar,” sambung Gus Baha, “iman itu begini; Alam raya ini sudah wujud. Matahari dan bulan sudah ada. Setidaknya dalam kesaksian kita, ia sudah berstatus maujudat (sudah ada).”
“Tentu sesuatu yang ada itu tidak mungkin disebabkan oleh sesuatu yang tidak ada. Tidak mungkin status kenihilan menyebabkan status yang wujud karena di mana-mana nihilisme atau ketiadaan itu tidak menjadi sebab,” tutur Gus Baha.
Gus Baha pun melanjutkan, “Karena alam ini sudah wujud, maka penyebabnya pasti yang wujud. Karena penyebab harus berstatus super, maka dinamakan wajibul wujud (harus ada). Dan itu adalah Allah Swt.”
Setelah menjelaskan cara beriman menurut orang pintar, Gus Baha pun melanjutkan tuturnya dengan menjelaskan cara beriman menurut orang bodoh.
“Menurut orang bodoh juga ada. Saya berkali-kali cerita, Abul Hasan Al Asy’ari itu pernah berfatwa bahwa imannya muqallid (orang yang bertaklid), imannya orang yang tidak bisa berpikir, itu tidak diterima,” terang Gus Baha.
Gus Baha pun menuturkan bahwa setelah berfatwa demikian, Abul Hasan Al Asy’ari pun diprotes oleh orang-orang. Mereka mempertanyakan bagaimana imannya orang Badui yang tidak bisa berpikir.
Pekerjaan mereka itu sekadar menggembala sapi serta unta dan memelihara kambing. Yang beternak itik juga cuma ke sana-kemari mengikuti itiknya.
Singkat cerita, dia melakukan survei, bertanya pada orang-orang kampung, “Bagaimana kamu bisa tahu Tuhan itu ada dan bagaimana berpikir lantaran pekerjaanmu itu sekadar merawat unta setiap hari?”