Peran Bu Nyai Nusantara Menonjol Sejak Abad 19

Peran Bu Nyai Nusantara
PEMBUKAAN SILATNAS: Wakil Ketua Umum PBNU KH Zulfa Mustofa, Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen, KH Abdul Ghofar Rozin, dan Kapolda Irjen Pol Ahmad Luthfi saat mengikuti upacara pembukaan Silatnas III Bu Nyai Nusantara di Ruang Rama Shinta Hotel Patra Semarang, Senin (7/11).
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



SEMARANG, Hajinews.id – Wakil Ketua Umum PBNU KH Zulfa Mustofa mengatakan, peran Bu Nyai di Nusantara sudah sangat menonjol sejak abad ke-19. Ketika proses menulis kitab tentang jaringan sanad ulama Nusantara, ulama poros Nusantara, Syaikh Nawawi Al-Bantani pernah belajar pada Bu Nyai, yaitu Nyai Fatimah binti Syaikh Abdussad Al-Falembangi.

“Syaikh Nawawi mendapatkam sanad ilmu dari Syaikh Abdussomad Al-Falembangi. Beliau juga berguru pada putri gurunya  itu yang bernama Nyai Fatimah,” kata Kiai Zulfa saat memberikan sambutan dalam pembukaan acara bertajuk Silaturahim Nasional Ke-3 (Silatnas III) Bu Nyai Nusantara, di Hotel Patra Semarang, Senin (7/11). \

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Selain Kiai Zulfa, hadir dalam upacara pembukaan tersebut, Katib Syuriyah PWNU Jateng, KH Munir Abdul Muchit; Rektor UIN Walisongo Prof Dr KH Imam Taufiq; Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi; Ketua Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) PBNU KH Hodri Arief, dan Ketua Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia KH Abdul Ghofar Rozin. Hadir pula peserta Silatnas III sebanyak 350 Ibu Nyai dan 30 Ibu Nyai Khos (sepuh) dari seluruh Indonesia.

Peran Bu Nyai Nusantara

KH Zulfa Mustofa yang dikenal sebagai salah satu santri KHMA Sahal Mahfudh, Kajen, Margoyoso Pati, menyampaikan gerakan perempuan sejatinya bukan hal baru dalam Islam.

Dia menyebutkan, istri Rasulullah adalah contoh pertama kiprah perempuan dalam dakwah dan pendidikan. Bahkan menjadi penyokong utama risalah Kenabian dan pewarisan ilmu kepada umat Nabi.

”Sayyidatina Khodijah istri Rasulullah, kita tahu, adalah sosok perempuan yang pertama beriman dan selalu menduung dakwah Rasulullah semasa hidupnya. Lalu ada Siti Aisyah yang banyak meriwayatkan hadis,” tutur Kiai Zula yang selalu tampil dengan ciri khasnya membacakan syair berbahsa Arab karyanya sendiri.

Menurutnya, Raden Ajeng Kartini pantas disebut sebagi sosok teladan bagi Bu Nyai. Bagi para santri putri. Karena Kartini menjadi santri yang tuhu dan sangat semangat mengembangkan ilmu. Terbukti dia mendirikan sekolah untuk kaum putri.

Menulis Tafsir

Istimewanya, menurut Kiai Zulfa, Kartini yang memohon, mendorong gurunya, Syaikh Muhammad Sholeh bin Umar alias Mbah Sholeh Darat menulis terjemah tafsir Al-Qur’an.

Terjemahan tafsir karya Mbah Sholeh Darat, adalah karya penerjemahan Al-Qur’an pertama dalam bahasa Jawa. Sehingga dari peran Kartini, orang Jawa termasuk kaum wanita, bisa mengerti arti dan makna Al-Qur’an. Kartini patut kita kenang jasanya. Beliau pembentuk peradaban belajar khususnya kaum wanita,” katanya.

Selain itu, lanjut Kyai Zulfa, ada tokoh ulama perempuan yaitu Nyai Arnah santrinya Syaikh Nawawi Al-Bantani. Nyai Arnah asal Cimanuk, Pandeglang, Banten, mengajarkan tafsir Al-Qur’an pada masa masih sepi ulama perempuan mengajar tafsir.

”Dari Bandung ada Nyai Maryam yang membuka semacam pesantren kecil di Makkah dengan santri laki-laki. Kala itu, santri-santri dari Jawa kalau datang ke Makah, ngajinya sama Nyai Maryam dan Nyai Arnah,” terangnya.

Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen dalam sambutanya mengatakan,  berkumpulnya para Ibu Nyai merupakan energi positif bagi pemerintah dan warga masyarakat Jawa Tengah. Karena itu, sudah saatnya Ibu Nyai tampil di depan. Tidak hanya mengajar di pondok pesantren, tetapi perlu membuka ruang, baik faktual maupun digital, untuk menerima pertanyaan dan memberi solusi terhadap keluhan masyarakat.

Menurut Gus Yasin, sapaan akrab Wagub Jateng itu, saat ini jumlah santri putri di pondok pesantren lebih banyak dari pada santri putra, dengan persentase yang mencapai 60 persen.

”Persentase santri putri yang lebih banyak dari putra itu, seiring dengan meningkatnya minat orang tua memasukkan anak ke pondok pesantren. Juga karena kiprah Ibu Nyai semakin besar dalam kehidupan masyarakat,” terangnya.

Itu artinya, menurut Gus Yasin, peran Ibu Nyai semakin penting dalam membentuk kepribadian dan pendidikan santri. Sebab tanggung jawab terbesar di pondok pesantren putri adalah Ibu Nyai.

”Maka sudah tepat para Ibu Nyai bertemu membahas hal-hal penting tentang hajat pondok pesantren putri,” tegasnya.

Wakil Ketua RMI PBNU, KH Hodri Arief dalam sambutan menyampaikan, peran Ibu Nyai semakin meningkat dan semakin penting.

Karenanya, Silatnas ini sangat perlu membahas berbagai ihwal tekait pondok pesantren. Termasuk ihwal ekonomi, pendidikan, dan juga perlu membicarakan politik dalam isu peradaban

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *