Rakyat Sehat Negara Kuat

Rakyat Sehat Negara Kuat
Jagaddhito Probokusumo, Residen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah FKKMK UGM-RSUP Dr Sardjito, Pengurus IDI Surabaya
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Jagaddhito Probokusumo, Residen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah FKKMK UGM-RSUP Dr Sardjito, Pengurus IDI Surabaya

Hajinews.id – Hari Kesehatan Nasional (HKN) yang diperingati setiap tanggal 12 November berawal dari peristiwa sederhana namun kaya akan makna. Tepatnya dimulai di Yogyakarta pada tanggal 12 November 1959 oleh Presiden Soekarno. Presiden Soekarno dijadwalkan singgah di rumah seorang guru SD Bernama Darsono di Desa Kringinan, Kecamatan Kalasan, Yogyakarta. Agenda beliau untuk memberikan komando nasional pemberantasan penyakit malaria.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Didampingi Drs Soegijosaputro selaku Kepala Dinas Pembasmian Malaria DIY, Presiden Soekarno menyemprotkan cairan DDT ke dinding ruang dalam Darsono yang terbuat dari “gedek” (anyaman dari bilah bambu). Provinsi DIY dipilih sebagai lokasi pencanangan komando pemberantasan malaria karena Yogyakarta saat itu merupakan wilayah yang memiliki penduduk positif malaria tertinggi di Indonesia. Penyakit malaria banyak menimbulkan kesengsaraan dan kematian, sehingga bila tidak diberantas secara nasional “akan dapat mengurangi kekuatan bangsa,” pungkas Presiden Soekarno.

Tahun ini Kemenkes mengambil tema “Bangkit Indonesiaku, Sehat Negeriku” untuk HKN. Apa sesungguhnya sehat itu? Sehat menurut definisi WHO adalah keadaan sempurna secara fisik, mental, serta sosial, dan tidak hanya terbebas dari penyakit dan kecacatan. Augusten Burroughs dari Amerika berpesan bahwa “When you have your health, you have everything. When you do not have your health, nothing else matters at all.”

Kita sudah melihat dampak dari pandemi Covid-19 di Indonesia. Lebih dari 159.000 nyawa telah terbunuh dan lebih dari 6,5 juta orang pernah terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia. Pandemi ini menyebabkan kehancuran ekonomi yang dampaknya akan membawa resesi yang mungkin tidak ada tandingannya di masa lalu. Lalu bagaimana dengan kualitas manusia Indonesia saat ini?

Paradigma pembangunan manusia di setiap negara bisa kita lihat secara obyektif melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/ Human Development Index (HDI) maupun Indeks Modal Manusia/ Human Capital Index (HCI). IPM Indonesia sesuai data dari UNDP (United Nations Development Programme) tahun 2021 berada di urutan 114 dari 191 negara. Di antara negara ASEAN kita masih jauh tertinggal di bawah Singapura (12), Malaysia (62), Thailand (66), padahal Indonesia sudah merdeka selama 77 tahun, jauh lebih awal dibandingkan Singapura (57 tahun) dan Malaysia (65 tahun). Lebih memprihatinkan lagi IPM kita juga tertinggal dari negara di daerah gurun sahara seperti Libya, Mesir dan Tunisia.

Indeks daya saing dunia lainnya yaitu Indeks Modal Manusia (HCI) yang dikeluarkan World Bank menunjukkan Indonesia menempati posisi 96 dari 174 negara dengan nilai 0.54. Kita tertinggal dengan negara tetangga seperti Singapura (0.88), Vietnam (0.67) dan Malaysia (0.60). Nilai-nilai di atas menunjukkan bahwa negara tetangga kita di ASEAN telah melakukan investasi manusia dengan benar. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah kita telah mengisi waktu kita dengan benar?

Perubahan Paradigma

Pembangunan manusia adalah investasi negara yang paling strategis. Memilih investasi yang tepat adalah kunci keberhasilan negara dalam membangun masa depan. Kesalahan negara dalam melakukan investasi manusia, membawa kerugian besar di masa depan dan bersifat ireversibel.

Pembangunan manusia dimulai dari pemenuhan hak dasar atas pelayanan kesehatan. Hak rakyat untuk mendapat pelayanan kesehatan adalah bagian dari hak rakyat atas hidup layak dan ini merupakan tanggung jawab pemerintah.

Negara jangan menganggap kesehatan sebagai suatu beban, justru negara harus berinvestasi di bidang kesehatan. Jangan mengatakan biaya kesehatan mahal atau BPJS defisit. Jika kita kurangi biaya untuk kesehatan maka mutu pelayanan juga akan berkurang dan kita tidak bisa berbuat banyak dengan keterbatasan fasilitas. Jika kita menganggap kesehatan adalah investasi dan masyarakatnya sehat, industri akan tumbuh, pendapatan akan baik, maka pajak akan tumbuh.

Ada adigum yang menyatakan price is quality, quality is price. Sebagai contoh Data BPJS Kesehatan pada tahun 2021 menunjukkan penyakit jantung menduduki peringkat pertama sebagai penyakit yang membebani anggaran JKN (8,7 trilyun untuk 12,8 juta kasus). Namun jika kita hitung lebih rinci maka per kasus penyakit jantung di Indonesia “hanya” dihargai 679 ribu rupiah (US$ 15). Bandingkan dengan negara India (Kumar et al., 2021) untuk menangani penyakit jantung menghabiskan dana US$3.842/orang atau anggaran Indonesia 0.004 kalinya dari India).

Pada pelayanan medik, kualitas adalah hal yang tidak boleh ditawar. Rumusnya jelas, kualitas pelayanan medik harus dipastikan terlebih dahulu, baru biaya ditentukan. Biaya layanan harus dipenuhi karena ini soal keselamatan. Bukan sebaliknya, biaya dipatok dulu baru kualitas ditentukan sesuai dengan limit anggaran yang ada. Seperti yang sudah disampaikan Presiden Jokowi bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.

Kembali ke Puskesmas

Berbicara masalah pengendalian dan penanggulangan, peran Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah kunci. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan kontak pertama dengan masyarakat yang memiliki upaya preventif dan promotif. Indonesia memiliki 10.373 puskesmas untuk 270 juta penduduk dan Puskesmas ada di setiap kecamatan.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *