Gerakan Mahasiswa Angkatan 98

Gerakan Mahasiswa Angkatan 98
Armin Mustamin Toputiri, Ketua Senat Mahasiswa era NKK/BKK
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Armin Mustamin Toputiri, Ketua Senat Mahasiswa era NKK/BKK

Hajinews.id Jika gerakan mahasiswa“Tritura 1966” yang menggulingkan pemerintahan orde lama Soekarno, disematkan oleh sejarah sebagai Angkatan 66, maka gerakan “Reformasi 1998” yang berbalik menggulingkan pemerintahan orde baru Soeharto, laiknya oleh sejarah juga menyematkannya sebagai Angkatan 98.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tentang pergerakan mahasiswa Angkatan 1998, siang itu di sebuah hotel di Makassar, kembali dibincangkan oleh sejumlah mantan aktifis pergerakan mahasiswa, beserta seratusan aktifis mahasiswa Makassar ini, dalam bentuk kegiatan bedah buku berjudul “ALDERA, Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1998” (Penerbit Buku Kompas, 2022).

ALDERA, Aliansi Demokrasi Rakyat, adalah salah satu organisasi pergerakan mahasiswa di era orde baru yang ikut berperan di garda terdepan menggiring ledakan aksi reformasi 1998.

Organisasi ekstra kampus ini, didirikan dan dipimpin Fius Lustrilanang, tokoh pergerakan mahasiswa Universitas Parahyangan Bandung, ikut hadir di kegiatan bedah buku dimaksud.

Pemerintahan orde baru menilai jika pergerakan ALDERA sangat kritis dan keras menentang kebijakan Soeharto, akibatnya Fius diculik aparat keamanan dan dibekap selama 58 hari (2 Februari hingga 27 April 1988).

Pra-Gerakan Reformasi

Gerakan reformasi 1998, seperti umumnya pergerakan mahasiswa — juga disentil Goenawan Mohamad dalam salah satu Catatan Pinggirnya — bukanlah pertistiwa yang berdiri sendiri dan serta merta.

Ledakan massal yang dipelopori gerakan mahasiswa, lasimnya merupakan akumulasi dari rentetan setumpuk permasalahan negara dan kekuasaan yang mendahului.

Pemilu 1971, merupakan pemilu pertama era orde baru yang meligitimasi kekuasaan Soeharto pasca pengambilalihan kekuasaan Soekarno tahun 1966.

Perkembangannya, kebijakan ekonomi Soeharto, dinilai lebih berpihak pada investor asing.

Juga kebijakan politiknya dinilai menjauh dari asas dan nilai-nilai demokrasi.

Akibatnya, kali pertama Soeharto mendapat protes dari gerakan mahasiswamelalui demonstrasi “Malari” (Malapetaka Lima Januari 1974) yang kelak membias dalam bentuk kerusuhan sosial.

Belajar dari sisi kelam demonstrasi “Malari”, empat tahun setelah itu, pada tahun 1978 pemerintah orde baru melalui Menteri Pendidikan Daoed Joesoef, menerbitkan kebijakan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus /Badan Koordinasi Mahasiswa).

Dihadirkan dengan dalih untuk menata format baru kelembagaan mahasiswa untuk lebih fokus pada proses pembelajaran. Dan bukan ikut terlibat di gelanggang politik praktis.

Meski mudah ditebak sebagai bentuk pembungkaman gerakan mahasiswa, tapi apa daya kekuatan mahasiswa tak mampu membendung kekuasaan represif orde baru.

Terbukti, sejak NKK/BKK diberlakukan, gerakan politik mahasiswa meredam. Mahasiswa benar-benar lebih fokus urusan perkuliahan.

Meski di sisi lain, sekelompok mahasiswa memilih menghabiskan waktu, mengulik buku-buku bermutu.

Bertepatan di waktu yang sama, terbit banyak buku ditulis sebagian mantan aktifis Angkatan 66 yang telah beralih sebagai kaum intelektual.

Dari kelompok mahasiswa para pengulik buku itulah, cikal bakal yang kelak kemudian hari menjelma sebagai kelompok studi yang bertumbuh subur di berbagai kampus.

Tak hanya di Pulau Jawa, tetapi merata di sejumlah kampus di wilayah tanah air.

Oleh Denny Januar Ali, pentolan Kelompok Studi Proklamasi, di buku “Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda era 80-an” (Miswar, 1990) menyebutnya sebagai terobosan alternatif pergerakan mahasiswa.

Seiring waktu, sebagian kelompok aktifis justru berbalik memprotes aktifitas kelompok studi. “Buat apa larut membincangkan kemiskinan, sementara kaum miskin terus saja bertumbuh”.

Akibatnya, kelompok studi perlahan mereda. Dan memasuki akhir 1980-an dan awal 1990-an, pergerakan mahasiswa terbelah dua.

Satu pihak tetap berbasis di kampus untuk gerakan moral. Sementara kelompok terkecil lainnya, lebih memilih gerakan sosial.

Terjun langsung mengadvokasi kepentingan rakyat untuk bersama-sama menyelesaikan masalah dihadapi.

Dari kelompok terkecil inilah, misalnya lahir lembaga ALDERA yang didirikan dan dipimpin Fius Lustrilanang.

Meski mereka bergerak di bawah tanah, tapi implikasinya meluas.

Selain bermodal keterlibatan langsung dari rakyat untuk melakukan perlawanan, juga karena mereka telah “khatam” dengan idiologi pergerakan sosialisme-marxisme yang sebelumnya ditimba dari pengkulikan buku-buku kiri di sejumlah kelompok studi.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *