Pertemuan Biden-Xi Jinping Penting Dan Baik Bagi Dunia

Pertemuan Biden-Xi Jinping
Biden-Xi Jinping
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Susilo Bambang Yudhoyono

Hajinews.id – Alhamdulillah, pertemuan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden Tiongkok Xi Jinping bakal digelar di Bali, di sela-sela Pertemuan Puncak G20. Di seluruh dunia, banyak yang merasa lega dan mendukung pertemuan itu. Ada secercah harapan, bahwa dunia akan lebih baik (safer) jika hubungan kedua negara besar itu terjalin kembali dan apalagi ke depan makin baik.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ketika menghadiri Berlin Policy Dialogue 2022 dua minggu yang lalu, secara resmi saya menyampaikan bahwa pertemuan BidenXi Jinping dan sebenarnya juga pertemuan Biden-Putin akan menjadi “ground breaking”. Bisa menjadi “game changer” di tengah suasana dunia yang makin panas dewasa ini. Baik makin panas karena konfrontasi geopolitik yang meningkat tajam di kawasan Eropa dan Asia Timur, maupun makin panasnya bumi kita karena perubahan iklim yang makin buruk. Sayang, pertemuan Biden-Putin tidak terlaksana karena Presiden Rusia Putin memutuskan untuk tidak hadir di G20 Summit Bali, Indonesia.

Memang, banyak yang skeptis dan pesimistis bahwa pertemuan BidenXi Jinping ini akan menghasilkan sesuatu yang “meaningful”. Alasan mereka, rivalitas dan permusuhan antara Amerika Serikat dan Tiongkok sudah amat luas dan dalam. Rasa saling percaya di antara keduanya sudah sangat rendah (trust deficit). Isu-isu yang membuat keduanya bermusuhan dan saling berhadapan juga banyak yang fundamental dan sepertinya tak lagi bisa diakurkan. Salah satu contoh adalah urusan Taiwan. Lihat, betapa berbahaya kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara ketika kedua kekuatan militer terbesar di dunia tersebut saling berhadapan secara fisik. Jika ada miskalkulasi atau kejadian di lapangan yang tak terduga (misalnya satuan AS atau Tiongkok yang tiba-tiba menembak pesawat atau kapal perang “lawannya”), perang besar bisa terjadi.

Namun, ada juga yang berpendapat sebaliknya. Apapun hasil pertemuan BidenXi Jinping di Bali itu, tetap saja ada manfaatnya bagi dunia. Kesediaan bertemu secara langsung dan berdialog adalah bahasa politik yang positif. Bertemu tetap lebih baik dari pada tidak bertemu. Pengalaman di seluruh dunia mengajarkan bahwa resolusi konflik bisa didapatkan ketika jalan perundingan dan negosiasi akhirnya yang dipilih. Pertemuan kedua pemimpin puncak yang tengah bermusuhan kerap menjadi pintu masuk, atau paling tidak sebuah awal yang baik. Saya pribadi berada dalam pandangan dan pemikiran seperti ini.

Jika hubungan bilateral kedua negara adi daya ini terjalin kembali, akan bisa makin dikurangi berbagai mispersepsi, “misunderstanding” dan asumsi yang keliru. Dengan saling berbicara secara terbuka (apa adanya) dan juga saling mendengar, akan dapat dimengerti sikap dan tindakan apa yang dianggap tabu (definitely unacceptable) bagi yang lain. Inilah yang kerap disebut sebagai “red line” dalam dunia politik dan hubungan internasional. Misalnya, bagi Tiongkok mungkin campur tangan AS yang terlalu jauh terhadap urusan Tiongkok-Taiwan adalah sebuah “red line”. Mungkin juga sebaliknya bagi AS, penggunaan instrumen militer Tiongkok dan menyelesaikan sengketa dengan Taiwan dan juga dengan sejumlah negara di kawasan dalam sengketa teritori Laut Tiongkok Selatan juga dianggap “red line”. Barangkali masih ada lagi yang bagi kedua belah pihak dianggap sebagai “red line”, paling tidak sikap dan tindakan yang dianggap tidak bisa diterima.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *