Ilmuwan Bukan Menara Gading

Ilmuwan Bukan Menara Gading
Ilmuwan Bukan Menara Gading. Foto: lantern/unsplash
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Ahmad Sastra

Hajinews.id – Ketika masalah terlalu sulit bagi saya, saya pergi ke masjid dan berdoa dan memohon kepada Tuhan untuk membuka pintu yang tertutup bagi saya dan apa yang tampaknya sulit menjadi mudah. Saat malam tiba, saya biasanya pulang, menyalakan lampu dan membenamkan diri dalam membaca dan menulis. [Ibn Sina]

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ada dua dimensi dasar yang bisa dipelajari dari pemikiran intelektual Ibnu Sina di atas. Yang pertama adalah kepeduliannya terhadap masalah-masalah yang muncul di masyarakat arus utama. Sebagai seorang ulama, Ibnu Sina sangat memperhatikan masalah-masalah sosial pada zamannya. Kedua, kegigihannya dalam membaca dan menulis dengan membenamkan diri dalam membaca dan menulis. Budaya literasi Ibnu Sina didasarkan pada permasalahan yang muncul di masyarakat.

Ibnu Sina (980-1037) yang dikenal dengan sebutan “Avicenna” di dunia Barat adalah seorang filosuf, ilmuwan, sekaligus praktisi sebagai seorang dokter. Di bidang literasi dan riset, ilmuwan kelahiran Persia ini juga seorang penulis yang produktif dan konstributif.  Sebagian besar karyanya terkait bidang filsafat dan kedokteran. Tidak berlebihan jika dia disebuat sebagai “Bapak Kedokteran Modern”. Karyanya yang sangat terkenal adalah al-Qānūn fī aṭ-Ṭibb yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad.

Dalam perspektif Islam, ilmuwan disebut dengan istilah ulil albaab, sebuah integrasi antara aktifitas pemikiran sekaligus spiritual. Ketinggian ilmu mestinya berbanding lurus dengan spiritualitas. Perenungan atas fakta-fakta manusia, kehidupan dan alam semesta mestinya mengantarkan kepada tingginya intelektualitas dan spiritualitas seorang ilmuwan. Hal ini ditegaskan Allah dalam QS. Ali Imran : 190-191.

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu)  orang-orang yang mengingat  Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka [QS Ali Imran : 190-191]  Dalam hal ini, Imam Syafi’i berkata: “Ketahuilah bahwa kewajiban pertama bagi seorang mukallaf adalah berfikir dan mencari dalil untuk ma’rifat kepada Allah Ta’ala. Arti berfikir adalah melakukan penalaran dan perenungan dengan mengoptimalkan potensi otak, panca indera, fakta penciptaan dan ilmu yang mengantarkan kepada keyakinan  dan ma’rifat kepada Allah.

Spirit ilmuwan adalah sebuah perjalanan pencarian kebenaran tiada akhir. Ilmuwan adalah seorang penjelajah samudra pengetahuan. Ilmuwan adalah orang yang memahami konsep-konsep yang telah ada dengan mendalam dan kritis. Ilmu dan pengetahuan adalah bersifat continuum yang terus bergerak, berubah dan berkembang sejalan dengan kompleksitas dan perkembangan sains dan teknologi. Ilmu akan terus bergulir dengan mengalami berbagai penyempurnaan oleh para ilmuwan masa setelahnya.

Sir Isacc Newton, seorang ilmuwan yang sangat terkenal, President of the Royal Society memiliki spirit ini. Ada banyak penyempurnaan penemuan ilmuwan sebelumnya yang dilakukannya. Dalam pencariannya akan ilmu, Newton tidak hanya percaya pada kebenaran yang sudah ada (ilmu pada saat itu). Ia menggugat (meneliti ulang) hasil penelitian terdahulu seperti logika aristotelian tentang gerak dan kosmologi, atau logika cartesian tentang materi gerak, cahaya, dan struktur kosmos.

“Saya tidak mendefenisikan ruang, tempat, waktu dan gerak sebagaimana yang diketahui banyak orang” ujar Newton. Bagi Newton, dunia keilmuwan tak ada keparipurnaan, yang ada hanya pencarian yang dinamis, selalu mungkin berubah dan tak pernah selesai. “ku tekuni sebuah subjek secara terus menerus dan ku tunggu sampai cahaya fajar pertama datang perlahan, sedikit demi sedikit sampai betul-betul terang”.

Namun demikian, spirit riset dan penelitian seorang ilmuwan dalam pandangan Islam tidaklah cukup. Sebab ilmuwan jika tidak peduli atas persoalan masyarakat dan negara maka hanya akan menjadi menara gading yang hanya sibuk dengan dirinya sendiri. Seorang ilmuwan dalam pandangan Islam bukan hanya berkutat persoalan intelektualitas, namun dia juga seorang pemberi peringatan.

Allah menegaskan dalam firmannya, “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan, dan langit bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kami bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, tetapi orang yang berpaling dan kafir, maka Allah akan mengazabnya dengan azab yang besar. Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka”, (QS Al Ghasiyyah : 17-26).

Dengan demikian, seorang ilmuwan sejati bukan hanya berdiri sebagai menara gading yang sibuk dengan dirinya sendiri, bukan pula yang hanya mengabdi kepada kekuasaan, namun dia adalah seorang yang berorientasi kepada kebenaran sains sekaligus memberikan pencerahan kepada masyarakat maupun kekuasaan. Ilmuwan atau ulama menjadi salah satu kunci bagi kebaikan peradaban sebuah bangsa. Dalam konteks ini, seorang ilmuwan harus memiliki integritas.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *