Mengenang KH Aceng Zakaria: Ulama Hebat, Produk Pendidikan Lokal, Kualitas Internasional

Mengenang KH Aceng Zakaria
KH Aceng Zakaria
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. Adian Husaini (Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia)

Hajinews.id – Pada Senin (21/11/2022) Allah SWT memanggil KH Aceng Zakaria yang berusia 74 tahun. Beberapa hari sebelumnya, banyak sahabat Persatuan Islam (Persis) mengabarkan bahwa dirinya sakit keras. Ternyata Allah SWT mencintainya dan memanggilnya. Semoga Allah menempatkan beliau di tempat yang mulia.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pada 29 Januari 2022, ia dan istrinya bersekolah di Pesantren At-Taqwa Depok. Kami sempat berbincang sejenak sebelum beliau melanjutkan aktivitasnya mengaji dan mengunjungi Ust Amin Jamaluddin yang kini juga di beri nama Allah SWT.

Kyai Aceng Zakaria adalah seorang ulama pejuang yang Istiqamah menjelang akhir hayatnya. Hebatnya, dua bulan lalu di XVI. Konferensi Persis di Bandung untuk pemilihan ulang. Ia menyiapkan penggantinya yaitu Dr. Jeje Zainuddin.

Kyai Aceng Zakaria bisa dikatakan salah satu ulama hebat di Indonesia. Syukurlah, sebelum beliau wafat, tahun 2021 lalu, sudah terbit biografi beliau, berjudul: “KH Aceng Zakaria Ulama Persatuan Islam,” karya Pepen Irpan Fauzan, dkk. (Bandung: Staipi Garut Press, 2021).

Pada hari Ahad (4/4/2021), saya sempat diminta membedah buku tersebut. Salah satu kehebatan beliau, di usianya yang ke-73 tahun itu, ia telah menulis 103 judul buku. KH Aceng Zakaria lahir di Garut Jawa Barat pada 11 Oktober 1948. Ayahnya, Kyai Ahmad Kurhi, seorang ulama dari garis keturunan ulama terkenal di Garut, KH A. Shidiq, yang dikenal dengan sebutan Mama Sukarasa.

Kyai Aceng bukan saja dikenal sebagai aktivis organisasi, tetapi juga seorang ulama, pemimpin pesantren, pejuang dan sekaligus penulis produktif. Saya mengenalnya sejak puluhan tahun lalu. Ia seorang Kyai yang ramah. Beberapa kali saya menikmati jamuan makan khas di atas kolam rumahnya yang asri di Kota Garut.

Di banding banyak ulama lain, tentu saja keunikan Kyai Aceng Zakaria adalah ketekunan dan kreativitasnya dalam menulis. Tidak mudah menulis 100 lebih judul buku di tengah berbagai kesibukan perjuangan sebagai muballigh dan pimpinan Persis.

Meskipun tidak pernah mengenyam pendidikan formal di Timur Tengah, Kyai Aceng memiliki penguasaan Bahasa Arab yang mumpuni. Dari 103 judul bukunya, 33 judul ditulis dalam Bahasa Arab. Beberapa diantara bukunya termasuk kategori best seller, seperti: al-Hidayah fi Masaaili Fiqhiyyah al-Muta’aridhah, al-Muyassar fi Ilmi al-Nahwi, dan al-Kaafi fi Ilmi al-Sharfi.

Kyai Aceng Zakaria tidak memiliki gelar akademik apa pun. Secara formal, ia merupakan lulusan Madrasah Mu’allimin Persis Pejagalan Bandung. Tetapi, dialah yang mendirikan Perguruan Tinggi Persis di Kota Garut, yaitu Sekolah Tinggi Agama Islam Persis Garut.

Model Ideal

Menyimak kiprah dan karya ilmiahnya, Kyai Aceng Zakaria bisa disebut seorang ulama produk pendidikan lokal tetapi berkualitas internasional. Buku ini memberikan informasi tentang proses pendidikan ideal yang dijalani Kyai Aceng Zakaria. Model ideal itu adalah: “TOP” (Tanamkan adab sebelum ilmu; Oetamakan Ilmu-ilmu fardhu ain; dan Pilih Ilmu Fardhu Kifayah yang tepat).

Sejak masa kanak-kanak, Kyai Aceng dididik dengan adab yang tinggi oleh ayahnya, KH Ahmad Kurhi yang juga dipanggil Abah Engku. Sang ayah dikenal sangat menekankan ketekunan dan kekhusyukan beribadah. Bahkan, Abah Engku dikenal luas sebagai ulama tasawwuf. Ia sering mengajarkan ilmu tasawwuf bersumber dari kitab Hikam, karya Ibnu Atha’illah.

Hidup di lingkungan pesantren, disamping sekolah rakyat, Aceng kecil pun mengaji kitab-kitab kuning yang popular di kalangan pesantren, seperti Sullamut Taufiq, Safinatun Najah, al-Ajrumiyyah, Tijan al-Darariy, Imrithy, dan lain-lain. Di kemudian hari, Kyai Aceng mengaku telah mengkhatamkan kitab Ihya’ Ulumiddin karya Imam al-Ghazali. Disamping itu, Aceng muda pun aktif dalam Organisasi PII (Pelajar Islam Indonesia).

Jadi, sejak dini, Aceng telah dididik dengan adab dan ibadah yang ketat, serta memiliki pengalaman organisasi. Artinya, ia dibiasakan menjalani proses intelektualisme dan aktivisme secara seimbang.

Setelah menjalani proses pendidikan adab, ibadah, dan ilmu yang baik di lingkungan keluarganya, Aceng muda kemudian dikirim orang tuanya ke Pesantren Persis Pajagalan Bandung. Sejumlah ulama memang mendidik anak-anaknya dengan adab dan ibadah selama di rumah. Setelah adab dan ibadahnya baik, mereka mengirim anak-anaknya ke ulama-ulama lain untuk mempelajari berbagai bidang ilmu secara mendalam.

Kyai Aceng Zakaria pun menjalani proses semacam ini. Ayahnya mengirim Aceng kepada guru yang hebat di Pesantren Pajagalan, yaitu KH E. Abdurrahman, salah satu murid utama tokoh Persis, A. Hassan. Pesantren Pajagalan sendiri didirikan oleh A. Hassan pada tahun 1936. Tujuan Pesantren ini adalah: “mencetak kader-kader mubaligh Persis”.

Di Pesantren Pajagalan inilah Aceng muda dididik oleh KH E. Abdurrahman dengan disiplin adab dan keilmuan yang intensif. Waktu itu, jumlah murid di kelas Aceng Zakaria ada 5 orang. Satu diantaranya perempuan. Jumlah kelas kecil ini memungkinkan proses pendidikan berlangsung lebih efektif, khususnya dalam penanaman nilai-nilai adab.

Metode pembelajarannya bukan hanya dalam bentuk klasikal, tetapi juga kajian kitab secara sorogan. Banyak kitab yang dikaji. Yang utama adalah Tafsir Ibn Katsir. Model kajian seperti ini memungkinkan murid memiliki wawasan luas dalam keilmuan sekaligus melatih memahami teks secara detail.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Muallimin, Aceng Zakaria menuruti nasehat gurunya, untuk tetap di Bandung, dan menjadi guru di almamaternya itu. Tahun 1971, ia mulai dipercaya mengajar tingkat Ibtidaiyyah dan kemudian tingkat Tsanawiyah. Berikutnya, Kyai Aceng juga mengajar di program Tamhidul Muballighin. Kyai Aceng juga memiliki keahlian jual beli dan servis jam.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *