PBNU Mengatakan Penggunaan Nilai Manfaat Dana Haji Harus Proporsional

Penggunaan Nilai Manfaat Dana Haji Harus Proporsional
Rais Syuriah PBNU yang juga pengurus Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyyah Situbondo KH Afifuddin Muhajir
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Rais Syuriah PBNU yang juga pengurus Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah Situbondo KH Afifuddin Muhajir mengatakan, menggunakan nilai dana haji harus disalurkan secara proporsional untuk kemaslahatan dan keadilan.

“Penetapan BPIH harus didasarkan pada kemaslahatan dan kesetaraan kedua belah pihak. Tidak merugikan negara dan tidak merugikan jamaah yang akan datang. Bagaimana jamaah tidak terbebani dan bagaimana negara tidak dirugikan. rugi,” kata Afifuddin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Pernyataan Afifuddin itu disampaikannya saat menjadi pembicara pada Konferensi Haji Indonesia yang digelar di Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah di Situbondo. Pada tahun 1443 Hijrah/2022 Masehi haji, biaya yang ditanggung masyarakat meningkat sebesar Rp 23 juta per jamaah. Menurut angka ini, BPIH adalah R97,7 juta sedangkan pemerintah kota menerima R39,8 juta. Sisanya menggunakan nilai keuntungan dana optimalisasi, yakni Rp 57,9 juta per kota.

Jika tidak ada kebijakan baru untuk keadaan tersebut, dana manfaat haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) akan terus habis.

Dia menjelaskan, jika pemerintah mengelola BPIH, harus ada bagi hasil. Pemerintah bisa membuat kebijakan menerima simpanan yang belum dibayar penuh oleh calon jemaah haji.

Afifuddin mencontohkan jika BPIH Rp100 juta, maka negara punya toleransi jamaah menyetor sebagian (sekian persen) dari jumlah tersebut. Terpenting, kata dia, nilainya jangan terlalu kecil yang didasarkan kesepakatan dan keadilan negara.

“Pada dasarnya, negara tidak punya kewajiban menyubsidi jamaah. Yang penting, pemerintah memberi kemudahan kepada jamaah agar bisa berhaji dengan baik,” kata dia.

Terkait konsep istitha’ah (kemampuan), Afifuddin menjelaskan bahwa itu didefinisikan sebagai orang yang memiliki segala yang dibutuhkan untuk perjalanan haji. Ia mengingatkan agar perjalanan ibadah haji tidak meninggalkan utang di kemudian hari.

“Ada orang berangkat haji meninggalkan utang. Padahal sebelum berangkat haji, harusnya utang dilunasi dulu. Sekarang banyak orang haji dengan berutang, meski hajinya tetap sah,” ujarnya.

Senada dengan Afiffudin, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Abdul Moqsith Ghozali mengatakan kewajiban berhaji adalah kewajiban individual. Pemerintah bertugas sebagai fasilitator, sementara kehadiran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) membantu meringankan jamaah agar tidak mengeluarkan uang terlalu mahal.

Sehubungan dengan kenaikan biaya haji yang sangat signifikan pada 2022, Moqsith memandang perlunya menaikkan biaya haji secara bertahap. Hal itu penting dilakukan demi keberlangsungan pembiayaan ibadah haji.

Menurutnya, pada 2022 rata-rata biaya haji mencapai Rp97,7 juta, sementara yang dibayar jamaah pada kisaran Rp39,8 juta. Sisanya diambilkan dari nilai manfaat dana optimalisasi.

“Jika pola ini dipertahankan, nilai manfaat dana optimalisasi haji bisa habis pada 2027. Usul kenaikan biaya haji dilakukan secara bertahap,” kata dia.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *