Novel Muhammad Najib, “Bersujud di Atas Bara” (Seri-3): Menjadi Jamaah Pengajian

Menjadi Jamaah Pengajian
Dr Muhammad Najib, Duta Besar RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”, katanya memberi salam. Sesudah mengucapkan beberapa kalimat doa sebagai pembuka, Ia kemudian mengumumkan, “Saudara-saudara sekalian. Topik kajian Kita malam ini adalah tentang Tauhid. Alhamdulillah, Ustaz Za’far sudah berada di tengah-tengah Kita. Untuk mempersingkat waktu, kepada beliau waktu dan tempat kami persilahkan“, Ia memberi Isyarat tanda mempersilakan.

Ternyata yang dimaksud Ustaz Za’far tidak lain tidak bukan adalah Imam yang baru saja memimpin shalat. Rambut dan jenggot lelaki itu mulai memutih. Kopiah hitam menutupi kepalanya. Wajahnya tampak bersih dan teduh. Perlahan Ia berdiri dan bergerak dari tempat imam ke podium yang berada di sebelahnya, sambil menggantungkan sorban yang tadi digunakan sebagai alas sujud ke pundaknya. Suaranya pelan dan datar. Walau bahasa dan kalimat-kalimat yang dipilihnya sangat santun, tapi sangat tajam dan penuh makna.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

¨Saudara-saudara sekalian, tahukah Kita makna dari dua kalimat syahadat yang berulang kali kita baca?”, katanya dengan nada tanya. “Bagian pertama dari kalimat syahadat itu berbunyi, Lailaha illa Allah, yang makna harfiahnya adalah tidak ada tuhan selain Allah. Kalimat yang meniadakan, sekaligus menegaskan. Tuhan mengandung makna bukan saja sesuatu yang patut dan harus Kita sembah, tetapi Tuhan bisa juga sesuatu yang Kita patuhi dan Kita takuti. Kalau ada benda atau makhluk lain yang Kita takuti atau Kita ikuti selain Allah, maka itu berarti menyekutukan Allah atau syirik dalam bahasa Arab”.

“Karena itu berhati-hatilah dalam kehidupan ini, karena uang bisa menjadi Tuhan Kita, kekuasaan bisa menjadi Tuhan Kita, istri bisa menjadi Tuhan Kita, anak bisa menjadi Tuhan Kita, bahkan tidak jarang seorang pegawai menempatkan bosnya sebagai tuhannya”.

“Kalau hal ini sampai terjadi, berarti tauhid Kita belum benar”, katanya dengan kalimat yang sangat tegas, sementara wajahnya terus menatap hadirin dengan sorot mata yang tajam”. “Jadi!”, katanya meneruskan, “Semua itu bukan Tuhan, bukan yang harus Kita patuhi dan taati, kecuali Allah. Jadi Allahlah satu-satunya zat yang patut Kita sembah, Kita patuhi dan Kita taati”.

“Bagian kedua dari kalimat syahadat itu berbunyi: Muhammad Rasulullah. Artinya Nabi Muhammad itu adalah contoh atau teladan satu-satunya dalam hal sikap, ucapan maupun perilaku Kita dalam mengamalkan ajaran-Nya yang tertuang dalam Al-Quran. Karena itu berbagai interpretasi yang tidak sejalan dengan apa yang dicontohkan Rasulullah harus ditolak”, katanya lagi dengan suara tegas.

Mujahid yang duduk di antara jamaah pengajian, dengan penuh seksama mendengarkan kata demi kata dari sang Ustaz. Ia juga memperhatikan mimik dan gaya bicaranya. “Luar biasa Ustaz ini, belum pernah Aku bertemu dengan seorang guru seperti Dia”, puji Mujahid dalam hati.

“Tahukan Saudara sekalian kenapa umat Islam walaupun jumlahnya besar tapi tidak diperhitungkan? Bahkan cenderung diremehkan oleh umat-umat lain? Apa yang terjadi di Palestina, di Kashmir, di Chechnya, di Thailand Selatan, di Filipina Selatan dan di Afghanistan? Umat Islam menjadi semacam daging empuk yang menjadi rebutan para srigala”, suara Ustaz Za’far terdengar lagi dengan kalimat yang mantap. “Kalau Kita ingin diperhitungkan, disegani dan dihargai, maka rahasianya hanya satu, mari Kita perbaharui Tauhid Kita. Tidak boleh lagi ada yang Kita takuti, Kita taati, Kita ikuti kecuali Allah. Semua yang bertentangan dengan perintah Allah harus ditentang dan dilawan”.

Mujahid terus mengikuti dengan tekun kalimat demi kalimat yang mengalir dengan lancar dari lidah Ustaz Za’far. Ia seolah menemukan sebagian jawaban dari pertanyaanpertanyaan yang menggumpal di kepalanya. Diam-diam Ia mulai mengagumi sang Ustaz.

(Bersambung…)

banner 800x800