Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara” (Seri-8): Menuju Pakistan

Menuju Pakistan
Muhammad Najib, Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Karya: Muhammad Najib, Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

Hajinews.id – Mujahid meletakan koper kecilnya di ujung tempat tidur. Koper itu hanya berisi tiga lembar baju, tiga celana, beberapa pakaian dalam, satu sarung, dan kopiah. Selain itu, handuk, sikat gigi, dan sabun mandi. Ia tidak lupa menyelipkan Al-Quran kecil di ujung kopernya yang sewaktu-waktu Ia keluarkan untuk dibacanya saat menunggu atau mengisi waktu senggang. Setelah shalat Zuhur dan Asar yang dijamak, tanpa mengganti pakaiannya, Ia langsung merebahkan badannya ke tempat tidur. Pikirannya terus membayangkan perjalanan berikutnya. Ia mengagumi keramahan Didin, “Pasti Ia Anak orang kaya sehingga bisa menyewa tempat sebagus ini”, pikir Mujahid. Pikirannya terus menerawang sampai Ia tertidur.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ia terbangun oleh suara ketukan pelan yang diikuti salam dari luar kamar. Mujahid terjaga. Ia ragu akan suara yang didengarnya. Ia tetap berada di tempat tidur sampai ketukan kedua yang diselingi salam kembali terdengar. Setelah pintu dibuka dengan pelahan ternyata Didin sedang berdiri di situ.

“Waktunya dinner”, katanya singkat.

“Sebentar”, sahut Mujahid sembari mundur dan merapatkan kembali pintu kamarnya. Ia membasuh wajahnya di kamar mandi, kemudian mengeringkannya dengan handuk. Setelah merapikan rambutnya dengan sisir, Ia segera keluar dari kamar.

“Ini Sofwan asal Riau, Rizali asal Sumatera Barat, dan Gufron dari Sulawesi Selatan”. Didin mengenalkan ketiga pemuda yang sudah lebih dulu duduk di meja makan”.

“Kapan tiba?”, tanya Mujahid.

“Ana kemarin”, jawab Sofwan.

“Ana kemarin juga, tapi agak sore”, sahut Rizali.

“Kalau Ana dua hari yang lalu”, kata Gufron.

“Ayo, berbincang-bincangnya sambil makan, kasihan makanannya nanti dingin”, kata Didin menyela. Saat menikmati hidangan di meja, pikiran Mujahid terus berputar menyelidik. Tapi Ia tidak ingin menyinggung sang tuan rumah. Ia mencari peluang untuk bertanya lebih lanjut.

“Makanannya seperti di Indonesia, ya?”, katanya sambil mengambil sayur nangka.

“Memang! Pembantu di sini berasal dari Jawa Timur. Dulu bekerja pada orang Malaysie. Setelah habis kontraknya Kita ajak kerja di sini”, kata Didin.

“Yang tinggal di sini berapa orang?”, tanya Mujahid lagi.

“Sebetulnya empat orang. Sekarang pada sibuk dengan kegiatannya masing-masing”, jawab Didin.

“Mereka semua berasal dari Indonesia?”, tanya Gufron.

“Ya. selain dari Indonesia, di sini banyak mahasiswa dari negara-negara lain, sepeti Filipina, Thailand, Pakistan, Timur Tengah, atau Afrika Utara. Mereka biasanya tinggal berkelompok sesuai dengan negara asalnya masingmasing. Tapi Kami juga sering saling mengunjungi. Kalau di kampus, Kami sering mengadakan acara bersama,khususnya yang berkaitan dengan diskusi ilmiah atau kegiatan yang berkaitan dengan keagamaan”, jawab Didin.

“Ngomong-ngomong, bagaimana ceritanya Bang Didin sampai di sini?”, tanya Mujahid memanfaatkan peluang.

“Wah, ceritanya panjang”, sahut Didin.

“Tapi singkatnya begini. Dulu saye mondok di Pesantren yang jaraknya tidak jauh dari rumah di Garut. Saye termasuk tiga besar saat lulus. Berkat hubungan baik Pesantren dengan beberapa tokoh Islam di Jakarta, Kami bertiga mendapat rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan. Ana ke sini. Satu ke Saudi Arabia dan yang satunya lagi ke Pakistan. Kalau angkatan sebelum Ana ada juga yang ke Mesir”.

“Masih saling berhubungan?”, tanya Mujahid mengejar.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *