Rocky Gerung, Kembang Tanjong, dan Abu Thalib

Rocky Gerung dan Kembang Tanjong
Rocky Gerung dan Kembang Tanjong
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Ahmad Humam Hamid, PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

Hajinews.id – SEPERTI di berbagai tempat lain di Indonesia, hampir semua tempat di Aceh yang terjangkau siaran televisi nyaris tak ada yang tak mengenal atau bahkan menjadi fans berat Rocky Gerung.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Banyak sekali masyarakat di berbagai pelosok yang kesal dan bahkan marah, ketika Indonesia Lawyers Club yang “diimami” oleh Karni Ilyas menghentikan siarannya di TV One.

Namun kehilangan itu segera terobati dengan tampilnya Rocky Gerung di YouTube dan berbagai sosial media lainnya.

Banyak penggemar Rocky Gerung di Aceh tahu bahwa ia bukan pemeluk Islam.

Ada yang tahu lebih jauh, bahwa Rocky Gerung adalah orang Manado yang beragama Katholik.

Namun semua itu tidak ada masalah, mayoritas, untuk tidak mengatakan semuanya, masyarakat pendengar dan pemirsa Rocky Gerung menyukainya.

Di Aceh, dan mungkin di tempat lain, situasi itu menjadi komplet ketika empat hari yang lalu, komunitas masyarakat Kembang Tanjong, Pidie, di Jakarta, mengundang Rocky Gerung untuk menghadiri acara “Khanduri Molod”-kenduri maulid yang diselenggarakan oleh komunitas itu.

Ia diminta menyampaikan “ceramah”-lebih cocok digunakan istilah pandangannya tentang kerasulan Nabi Muhammad SAW berikut tentang Islam.

Undangan dan kehadiran Rocky Gerung pada acara itu sarat makna.

Dengan undangan itu masyarakat Kembang Tanjong di Jakarta telah menunjukkan warna asli masyarakat Aceh yang sesungguhnya, yakni inklusif, toleran, dan memberi penghargaan kepada orang yang berilmu, walaupun tidak seiman.

Rocky Gerung adalah salah seorang filosof nasional yang mumpuni dan menggunakan ilmunya untuk menyuarakan keadilan yang ia yakini.

Refleksi Warısan Masa Lalu

Sebenarnya ini bukan hal yang aneh untuk mayarakat Aceh, walaupun sudah merupakan barang yang sangat langka.

Apa yang dilakukan oleh masyarakat Kembang Tanjong di Jakarta adalah praktek kehidupan inklusif sisa DNA Aceh masa lalu.

Ada prinsip keterbukaan, ada prinsip keseteraan, ada prinsip pergaulan dan penghormatan dalam keberagaman.

Semua itu tidak berdiri sendiri, karena ada prinsip besar lain yang mengikat, -lakum dinukum waliyadin-untukmu agamamu dan untukku agamaku.

Abad ke 13, tepatnya pada tahun 1290 misalnya, Marco Polo menulis dalam catatan perjanannya -Le Devisement du Monde- yang ditulis ulang oleh Rustichello de Pisa pada tahun 1300 tentang bagaimana masyarakat Pasai menerima Polo yang katholik dengan baik dan terhormat.

Ia bersama 2000 awaknya dengan 5 kapal berlabuh dan tinggal selama lima bulan di Pasai menunggu angin monson Timur untuk melanjutkan perjalanan pulangnya ke Venisia, Italia.

Tiga hal yang diingat dan ditulis oleh Polo tentang Pasai.

Ada raja yang sangat kaya dan taat -Malik Az Zahir.

Polo dan awaknya juga menikmati ikan yang sangat enak-kemungkinan besar ikan seumilang- sembilang.

Selanjutnya, Polo juga minum “anggur Aceh” -palm wine-  yakni “ie jok masam” yang dibuat dan dikonsumsi oleh sekelompok kecil masyarakat Pasai pada masa itu.

Apa yang dilakukan oleh masyarakat Kembang Tanjong adalah refleksi warısan masa lalu, karena memang itulah karakteristik utama dari kerajaan Aceh yang berasoasiasi dengan kultur maritim dan negara kota-“city state, yang kental dengan keberagaman.

Mustahil membayangkan kerajaan Aceh masa lalu yang eksklusif dalam gemuruh perdagangan internasional.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *