Apa Salah Safari Politik Anies Baswedan?

Safari Politik Anies Baswedan
Safari Politik Anies Baswedan
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Akhmad Mustain, Editor Media Indonesia

Hajinews.id – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyatakan tidak akan menindaklanjuti laporan terhadap bakal calon presiden dari Partai NasDem Anies Baswedan terkait dengan tudingan mencuri start kampanye. Pelaporan terhadap Bawaslu tersebut dilakukan oleh Aliansi Pemuda Cinta Demokrasi (APCD).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Alasannya, menurut Bawaslu, laporan bernomor 001/LP/PL/RI/00//00/XII/2022 tersebut dinyatakan tak dapat diterima karena pada 2 Desember 2022 belum ada penetapan peserta pemilu oleh KPU sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2017.

Keputusan Bawaslu jika dilihat dari aturan positif, memang sudah seharusnya seperti itu. Apalagi, posisi Anies saat ini bukan pejabat pemerintah. Jadi tentu wajar bila Bawaslu menyebut tidak ada yang salah dengan itu.

Sehingga, kalau di level prosedural administrative, yang dilakukan Anies belum disebut pelanggaran karena Anies memang belum berstatus peserta pemilu. Selain itu, Anies bukanlah pejabat publik yang dibatasi dengan aturan-aturan yang melekat.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menegaskan hal itu karena bukti atau syarat materiil pelapor kurang. “Secara materiil tidak kami terima walaupun ada penambahan alat bukti, sehingga kita menilai laporan ini tidak ditindaklanjuti,” tegas Bagja seperti dikutip mediaindonesia.com.

Polemik urusan Anies ini sebenarnya sudah lama digaungkan, bahkan sebelum muncul laporan kepada Bawaslu, sejumlah pihak terutama partai politik sudah kerap memanaskan suasana dengan narasi Anies mencuri start kampanye. Safari politik Anies selama ini dinilai oleh lawan politiknya dianggap mendahului masa kampanye.

Padahal, jika melihat dari perspektif pendidikan politik bagi publik, safari politik Anies justru berdampak positif bagi demokrasi. Jangan dibolak-balik, bahwa proses pengenalan jelas bukanlah pembajakan demokrasi.

Dengan pengenalan lebih awal, pemilih akan memiliki waktu lebih lama untuk menyoroti kandidat, lebih lama untuk mengevaluasi kandidat. Tidak lagi ibarat membeli kucing dalam karung. Kandidat yang lebih awal deklarasi, akan lebih lama pula pemilih untuk menilainya. Lebih cepat deklarasi, lebih baik bagi pemilih.

Tidak hanya bagi pemilih, bagi kandidat yang akan berkontestasi juga akan memiliki waktu lebih banyak untuk mengenalkan diri ke publik. Inilah yang kemudian oleh sejumlah pihak dianggap sebagai upaya mencuri start.

Di sinilah yang memicu polemik. Bahkan komisioner Bawaslu Puadi mencap Anies tidak etis karena melakukan safari politik lebih awal, meskipun secara aturan hukum tidak ada yang dilanggar.

Pernyataan mencuri start kampanya yang juga digaungkan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Hasto menyebut bakal capres tersebut sudah mulai berkeliling daerah dan itu dinilai sama saja dengan mencuri start kampanye.

Semestinya, sebelum berkesimpulan, Puadi dan Hasto perlu merenungkan lagi pernyataan mereka. Memang tudingan mendasarkan seakan hanya benefit elektoral yang diperoleh Anies dengan sosialisasi sejak dini. Padahal ada risiko juga.

Bagaimana jika misalkan Anies tidak jadi dicalonkan, koalisinya tidak memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden. Maka kredibilitasnya akan babak belur, begitupun dengan partai yang mencalonkannya, pasti akan terkena dampak dari risiko itu.

Ketika itu yang terjadi, apakah pihak-pihak yang nyinyir itu juga akan mau menanggung beban itu? Jadi memang sebaiknya, biarkanlah proses politik itu berjalan secara alamiah. Apalagi tahapan pemilu juga sudah diatur dalam uu.

Bahkan, jika ada kandidat lain yang mendeklarasikan diri untuk maju dan melakukan sosialisasi sejak dini, dari PDIP, misalnya, akan lebih membuat pilihan publik semakin beragam. Pasti akan memperkuat pilihan rakyat.

Seharusnya penyelenggara pemilu, baik itu Bawaslu maupun KPU, patut untuk berterima kasih bahkan mengapresiasi kepada parpol dan kandidat yang deklarasi awal, karena pendidikan politik lebih awal diberikan kepada para pemilih. Literasi politik akan lebih bagus lagi di tengah-tengah masyarakat.

Untuk itulah, menurut pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam berharap Bawaslu juga harus bersikap adil. Jika kegiatan sosialisasi itu dianggap curi start kampanye, seharusnya juga berlaku ke semua bakal calon, yang dianggap berpotensi maju. Jangan sampai publik melihat ada ketidakadilan di sini.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *