Pengusaha Minta Pemerintah Kaji Ulang Kebijakan Impor Beras

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Pemerintah menggelontorkan dana Rp 4,4 triliun untuk impor beras dari luar negeri, yaitu Vietnam, Thailand, Myanmar, dan Pakistan. Khusus untuk beras dari Myanmar baru akan masuk pada Januari 2023.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso atau Buwas, mengungkapkan beras yang didapatkan dari tiga negara tersebut memiliki harga Rp 8.800 per kilogram (kg), yang telah termasuk biaya pengiriman hingga ke gudang Bulog.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

“Dari harga Rp 8.800 per kg, dikalikan saja dengan 500.000 ton, Bulog itu terbuka, dalam pelaksanaannya juga diawasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” kata Buwas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Di tengah derasnya pemberitaan impor 500.000 ton beras yang akan dilakukan pemerintah membuat guncangan mental para petani dan pengusaha beras di berbagai daerah.

Menanggapi hal tersebut di atas, pengusaha di sektor pangan dan juga Founder #TaniMillenial M Hadi Nainggolan meminta pemerintah harus lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan terkait impor beras. Sebaiknya Presiden Jokowi mengevaluasi kebijakan impor 500.000 ton beras tersebut.

“Isu ini membuat banyak para petani dan pengusaha lokal di sektor beras menjadi panik. Dan spekulan harga gabah di level petani menjadi turun. Ini semacam ada oknum yang sengaja bermain untuk menjatuhkan mental para petani tanah air,” tegas Hadi, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (21/12/2022).

Menurutnya, isu bahwa harga beras di Indonesia paling mahal se ASEAN dengan mengutip data dari Bank Dunia sepertinya sengaja dimunculkan kembali oleh pihak-pihak tertentu untuk menjustifikasi kebijakan impor. Seperti Ada misi sangat sistematis untuk memuluskan impor beras ini.

“Kita sangat menyayangkan ini terjadi. Seharusnya perhatian pemerintah saat ini adalah membangun kolaborasi dengan berbagai pihak untuk meningkatkan hasil produksi panen padi petani,” ujarnya.

Indonesia tidak akan impor beras lagi dan bahkan bisa menjadi kiblat pangan dunia asal serius membenahi tiga hal dasar ini.

Pertama; menurunkan biaya produksi budidaya. Ini adalah masalah utama kenapa Harga Pokok Produksi (HPP) beras dalam negeri tinggi dan trendnya terus semakin tinggi. Modal petani untuk membeli benih, pupuk, pestisida, fungisida dan perawatan lainnya masih tinggi dan terus naik. Harusnya ini yang menjadi concern pemerintah, ada intervensi besar di wilayah ini. Bagaimana negara bisa membuat solusi kongkrit agar biaya sarana produksi tanaman (saprotan) bisa lebih murah dibandingkan negara lainnya.

Kedua, transformasi teknologi. Dalam hal ini Indonesia sangat ketinggalan jauh jika dibandingkan negara ASEAN penghasil beras, apalagi level dunia. Indonesia tidak pernah tuntas melakukan transformasi teknologi pertanian ini. Teorinya sudah terlalu banyak di perguruan tinggi, balai kajian teknologi dan berbagai regulasi pemerintah. Tapi tidak pernah konsisten dalam implementasinya. Padahal dengan penerapan teknologi pertanian, Indonesia bisa mereduksi biaya budidaya padi hingga 40 persen bila dibandingkan kerja manual yang selama ini masih terjadi di berbagai daerah sentra pertanian padi.

Ketiga; penyerapan hasil panen. Selalu menjadi isu tahunan dan terus berulang. Jika saat panen raya maka harga gabah padi turun. Ini adalah bentuk ketidaksiapan Indonesia sebagai negara agraris dalam mengelola hasil panen petani. Harusnya infrastruktur serapan hasil panen ini menjadi Proyek Strategis Nasional agar menjadi solusi sepanjang tahun Indonesia punya stok beras yang stabil, karena mampu mengelola hasil panen petani dalam negeri dengan baik.

Holding BUMN Pangan dan Bulog harusnya ambil peran ini, serta membangun kolaborasi dengan pihak swasta.

“Sebaiknya bangsa besar ini jangan salah kaprah dalam mengelola sektor pangan dalam negeri. Sudah 77 tahun Indonesia merdeka, tapi kita masih terus terjebak dalam kebijakan impor beras dan komoditi pangan lainnya, tapi abai dan pura-pura tidak tahu apa yang semestinya harus kita benahi bersama. Sebaiknya Pak Presiden Jokowi segera evaluasi kebijakan impor besar ini,” tutup Hadi.

Sumber: detik

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *