Benarkah Madinah Menjadi Ukuran Benar Dan Salah ?

Madinah Menjadi Ukuran Benar Dan Salah
Kota madinah. Foto: unsplash
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Hajinews.id – Tentu tidak ada seorang muslimpun yang mengingkari kemuliaan, keagungan dan keutamaan kota Madinah. Negeri tempat Nabi ﷺ berhijrah sekaligus di makamkan. Yang di dalamnya ada masjid Nabawi dengan segala keutamaannya.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Namun, ada sebuah hadits yang berkaitan dengan keutamaan Madinah yang sering disalah pahamkan oleh sebagian pihak, yang mana mereka mengklaim bahwa kebenaran pendapat bahkan kelompok bisa diukur dengannya. Hadits tersebut adalah :

إن الإيمان ليأرز إلى المدينة كما تأرز الحية إلى جحرها

“Sesungguhnya keimanan akan bersarang ke Madinah sebagaimana ular bersarang ke dalam lubangnya (sarangnya).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tentu kualitas hadits ini tidak perlu dibahas lagi, karena merupakan hadits shahih yang mutafaqun ‘alaih. Yang perlu dijelaskan adalah kesalahpahaman dalam memahami hadits tersebut. Sehingga memunculkan sikap pongah dan superior sebagian kelompok karena merasa pendapat yang dia ikuti sama dengan yang diikuti oleh penduduk Madinah.

Para ulama sepanjang generasi dari berbagai negeri Islam senantiasa beradu argumen dan dalil untuk mencari kebenaran. Lahir madzhab dan keilmuan yang terlibat debat dan diskusi hangat untuk saling menguji satu sama lain, baik ulama yang tinggal di Hijaz, Iraq, Syam, Yaman, Mesir bahkan Andalusia.

Tak pernah terdengar sekalipun adanya ulama yang menggunakan dalil di atas untuk mengatakan “Pokoknya yang benar adalah paham yang ada di Madinah.”

Pernyataan lucu, aneh dan sangat membagongkan semisal yang ada pada Flayer yang kami sertakan di bawah baru muncul di zaman akhir ini. “Jangan bingung. Apabila Islam sudah membingungkan, tidak bisa membedakan mana yang haq dan mana yang batil, carilah Islam di Madinah.”

Subhanallah. Sendi-sendi keilmuan yang dibangun oleh para ulama ribuan tahun “runtuh” oleh keluguan orang-orang ini.

Apa mereka ini tidak sedang merasa bahwa cara dia mengiklankan pemahaman kelompoknya dengan membelokkan makna hadits tersebut itu sangat norak banget ? Apakah mereka tidak sadar bahwa sepanjang generasi Islam, madzhab dan kelompok yang berbeda-beda telah silih berganti diikuti oleh penduduk Madinah ?

Kalaupun kemudian hadits itu hendak dipaksa untuk dimaknai secara dzahir, tetap yang dimaksud adalah pemahaman umum kaum muslimin yakni Ahlussunnah wal Jama’ah, bukan madzhab apalagi kelompok tertentu.

Ah sudahlah, dari pada melebar kemana-mana, kita langsung simak penjelasan para ulama tentang hadits tersebut.

1. Hanya berlaku di masa Nabi ﷺ dan kurun terbaik setelahnya

Sebagian ulama berpendapat bahwa hadits ini sifatnya khusus berlaku di masa kenabian. Diantara yang berpendapat demikian adalah al imam Abu Daud rahimahullah :

كان هذا في حياته -صلى الله عليه وسلم، ‌والقرن ‌الذي ‌كان ‌منهم، ‌والذين ‌يلونهم، ‌والذين ‌يلونهم ‌خاصّة

“Adalah ini berlaku di masa ketika masih hidupnya Nabi shalallahu’alaihi wassalam dan kurun setelahnya dan setelahnya lagi.”[1]

2. Untuk Madzhab ahlul Madinah

Berkata imam al Qurthubi rahimahullah :

فيه ‌تنبيه ‌على ‌صحة ‌مذهب ‌أهل ‌المدينة وسلامتهم من البدع، وأن عملهم حجة، كما رواه مالك

“Hadits tersebut menjadi tanda kebenaran Madzhab Ahli Madinah dan mereka steril dari bid’ah serta amalan mereka adalah hujjah, seperti pendapat yang dipegang oleh Imam Malik.”[2]

Yang dimaksudkan madzhab Ahli Madinah adalah pendapat yang dipegang oleh para shahabat yang kala itu menetap di Madinah. Bukan mazhab penduduk Madinah setelahnya apalagi hari ini. Karena itulah imam Ibnu Hajar menjelaskan maksud imam Qurthubi di atas dengan mengatakan :

وهذا إن سلم اختص بعصر النبي صلى الله عليه وسلم والخلفاء الراشدين ‌وأما ‌بعد ‌ظهور ‌الفتن ‌وانتشار ‌الصحابة ‌في ‌البلاد ‌ولا ‌سيما ‌في ‌أو ‌اخر ‌المائة ‌الثانية وهلم جرا فهو بالمشاهدة بخلاف ذلك

Pernyataan ini kalau benar, maka ia adalah khusus di masa Nabi ﷺ dan masa khalafaur Rasyidin. Adapun setelah terjadinya fitnah dan para shahabat tersebar di berbagai negeri, khususnya di akhir abad kedua Hijriyah dan setelahnya, yang terjadi malah sebaliknya.”[3]

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *