Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara” (Seri-17): Kembali Ke Tanah Air

Kembali Ke Tanah Air
Muhammad Najib, Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Karya: Muhammad Najib, Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

SERI-17

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hajinews.id – Siang itu Bu Bisri sedang di dapur. Ia baru saja selesai memasak, ketika terdengar suara orang memberi salam. Ia mengenal benar suara itu, tapi ia ragu apa Ia tidak salah dengar.

“Assalamu’alaikum!”, suara itu terdengar kembali. Jangan-jangan ini hanya karena perasaan rinduku pada Mujahid, pikirnya dalam hati. Ia bergerak tanpa gairah ke depan. Ketika Ia membuka pintu, Bu Bisri terperanjat ketika melihat seorang pemuda dengan badan kekar dan jenggot lebat berdiri di depan pintu. Ia tidak percaya dengan pandangan matanya sendiri. Diambilnya ujung bajunya, kemudian digosok gosokannya ke matanya.

“Mujahid…!”, suaranya pelan bergetar.

“Ibu…!”, jawab Mujahid dengan suara serak sambil bersujud dan menciumi kaki ibunya.

“Maafkan saya, Bu…!”.

Bu Bisri segera membelai kepala anaknya, mengangkatnya, sambil mengelus-elus pipinya yang sudah tidak lembut lagi.

Anakku…!”, katanya lirih berulang-ulang sambil berurai air mata.

“Maafkan saya, Bu. Saya sudah menyusahkan Ibu selama ini”, kata Mujahid dengan nada sendu.

“Oh, anakku! Akhirnya Kamu kembali. Ya Allah…! Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Engkau telah mendengar doa Kami”, ucap Bu Bisri sambil menengadahkan kedua belah tangannya, dengan kepala diarahkan ke langit.

“Sudahlah, Bu! Insya Allah semua ada hikmahnya”, kata Mujahid dengan nada menghibur.

Tampaknya Bu Bisri ingin mengutarakan banyak hal yang sudah lama dipendamnya. Tapi lidahnya terasa kaku. Perasaan rindu, haru, dan bahagia berbaur menggumpal di dadanya.

“Kamu pasti lelah. Ayo, istirahat dulu”, kata Bu Bisri sambil menarik tangan kekar Mujahid ke kamar depan yang biasa digunakannnya saat Ia di rumah.

Bu Bisri melangkah dengan sigap merapikan kamar. Ujung-ujung seprai ditarik dari sudut-sudutnya, kemudian ditindihkannya di bawah alas kasur. Lalu diambilnya sapu lidi dan dipukul-pukulkannya ke arah bantal dan kasur untuk mengusir debu yang mungkin melekat di atasnya. Berdiri di pintu kamar sambil tetap memegang tas besarnya, Mujahid tersenyum menyaksikan tingkah laku ibunya.

“Kamu istirahat dulu, Nak ya…! Ibu akan masakkan sayur asam dan tempe goreng kesukaan-mu”, kata Bu

Bisri sambil merapatkan pintu kamar kemudian bergegas menuju dapur.

“Assalamu’alaikum!”, terdengar suara Pak Bisri yang baru datang dari kantor.

“Wa’alaikum salam”, jawab Bu Bisri dari dapur sambil bergerak menyongsong sang suami dengan tergopohgopoh.

“Ada apa, Bu?”, tanya Pak Bisri curiga.

“Begini, Pak! Begini, Pak! Sudahlah, Bapak duduk dulu”, kata Bu Bisri sambil mengambil tas sang suami lalu meletakkannya di kamar. Pak Bisri berdiri terpaku memperhatikan gerak-gerik sang istri yang tidak seperti biasa.

Begitu keluar dari kamar, Bu Bisri langsung menarik tangan sang suami ke kursi tamu di ruangan depan. Setelah mereka berdua duduk di kursi panjang, Bu Bisri tidak mampu lagi menahan perasaannya.

“Aduh, Pak Alhamdulillah…! Anak kita kembali…!”, katanya dengan wajah berbinar.

“Maksudmu?”, tanya Pak Bisri dengan wajah penasaran.

“Anak kita Pak! Mujahid sudah pulang”, kata Bu Bisri sambil memegang paha sang suami.

“Dari mana Kamu dapat kabar itu?”, tanya Pak Bisri ragu sambil meletakkan kopiah hitamnya di meja.

“Bagaimana sih Bapak ini?, Dia sudah pulang, sekarang sedang istirahat di kamar depan”, kata Bu Bisri dengan mantap.

Pak Bisri mengangkat punggungnya dari sandaran kursi. Wajahnya berbinar gembira.

“Jam berapa dia tiba?”, tanyanya.

“Baru saja, kira-kira satu jam yang lalu”.

“Cerita apa saja dia?”, tanya Pak Bisri dengan nada agak cemas.

“Belum sempat, Pak! Kan masih capek…! Nanti sesudah bangun tidur aja kita tanya”, jawab Bu Bisri.

“Begini, Bu. Kasihan dia masih lelah. Kamu jangan tanya macam-macam dulu padanya. Kita tunggu saja Dia sendiri yang bercerita”, kata Pak Bisri memberikan saran kepada sang istri.

“Bagaimana dengan si Nur Jannah, kapan kita beri tahu?”, tanya Bu Bisri dengan nada bersemangat.

“Nanti Kamu saja yang memberitahu ibunya. Tapi jangan dulu beri tahu siapa pun mengenai masalah ini”, saran Pak Bisri.

(Bersambung….)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *