Padahal, hukum seharusnya dibuat untuk menyeimbangkan situasi antara penguasa dan warga biasa. Karena kekuasaan berpotensi digunakan secara berlebihan, hukum dikonsepkan sebagai fasilitas untuk melindungi hak dan berlaku bagi semua orang, termasuk penguasa. Begitulah negara hukum dikonstruksikan. Negara hukum atau rechtsstaat atau rule of law sebenarnya berbicara tentang hak-hak asasi manusia yang harus menjadi landasan bernegara serta pembatasan kekuasaan yang berlebihan oleh penguasa. Negara hukum bukan hanya berarti negara yang diatur oleh hukum. Karena itu pula, yang dilawankan dengan frasa ’negara hukum’ (rechtsstaat) adalah ’negara kekuasaan’ (machtstaat).
Namun, konsepsi awal tentang negara hukum itu buyar dengan adanya fakta-fakta politik tentang pembuatan hukum. Ketika proses membuat hukum didominasi oleh politisi yang ingin mengeruk keuntungan dari kebijakan yang dibuatnya sendiri, yang lahir hanyalah hukum-hukum yang melayani kepentingan-kepentingan itu.
Apabila perppu seperti Perppu Cipta Kerja seperti ini didiamkan, jangan kaget jika banyak hal yang dibicarakan, tetapi dirasa tidak mungkin secara konstitusional akan terbit tiba-tiba. Isu-isu penundaan Pemilihan Umum 2024 dan amendemen untuk tiga periode jabatan presiden bisa saja lolos. Politisi culas bisa tampil dengan rasa percaya diri maksimal apabila perlawanan terhadap otoritarianisme berbungkus hukum minimal.
——–
Sumber: https://www.kompas.id/baca/opini/2023/01/05/otoritarianisme-berbungkus-hukum
1 Komentar