Politik Identitas itu HAM, Alamiah dan Ilmiah

Politik Identitas itu HAM
Dr. Fahrus Zaman Fadhly, M.Pd., Sekretaris Umum Majelis Wilayah KAHMI Jawa Barat
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. Fahrus Zaman Fadhly, M.Pd., Sekretaris Umum Majelis Wilayah KAHMI Jawa Barat

Hajinews.id – Belakangan ini, kampanye anti “politik identitas” dan politisasi agama demikian masif. Tak tanggung-tanggung, kampanye ini dikomando langsung oleh Presiden Jokowi. Setidaknya ada dua peristiwa yang terekam oleh media. Pertama, saat acara Konsolidasi Bawaslu RI, Jokowi meminta agar jangan memberi ruang bagi politik identitas dan politisasi agama (Detik.com, 17/12/2022). Kedua, disampaikan dalam Sidang Tahunan MPR, pada 17 Agustus 2022 (Antara, 17/8/2022).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Siapa dan kelompok mana yang dijadikan sasaran dari tindak tutur formal Presiden Jokowi tersebut? Pengamat politik Rocky Gerung menggerung: “Di kepala Jokowi tentang politik identitas adalah Islam!” tegas dia dalam video yang diunggah di kanal YouTube Indonesia Lawyers Club (ILC) (25/12/2022).

Seruan Jokowi ini dinilai bersifat insinuatif dan mengundang kecemasan publik. Tak sepatutnya, seorang Presiden mengeluarkan pernyataan yang memicu kecemasan dan pembelahan di masyarakat. Sebagai kepala negara, pernyataan Jokowi ini amat disayangkan dan memiliki agenda tersembunyi terutama menghadapi tahun-tahun politik 2023-2024.

Tulisan ini berusaha mengurai dan mudah-mudahan memberi cara pandang baru bahwa politik identitas itu adalah bagian dari wujud hak azasi manusia, alamiah, ilmiah dan sangat penting baik bagi kehidupan pribadi maupun sosial-politik.

Identitas itu HAM

Identitas itu terkait erat dengan hak azasi manusia. Hak atas identitas pribadi dan sosial diakui dalam hukum internasional melalui berbagai deklarasi dan konvensi. Sejak lahir, identitas individu dibentuk dan dipertahankan melalui pendaftaran atau pemberian nama (Manuc 2012; Marshall, 2014; Doek, 2006).

Tanpa identitas, hak dan tanggung jawab seorang warga negara tidak akan bisa diperjuangkan dan diklaim. Bagaimana seorang warga negara bisa mengklaim hak tunjangan sosial, hak pensiun, hak pilih, dan hak-hak dasar lainnya bila tanpa identitas?

Data biografi seperti nama, tempat dan tanggal lahir dan data biometrik (sidik jari) menjadi penanda unik bagi seseorang sehingga ia bisa menjadi pembeda dengan yang lain.

Ahli sistem identitas dari Universitas Thales, Perancis, Annabelle Ranson (2020) mengingatkan kita pentingnya identitas. Ia mengatakan, jika warga suatu negara tidak memiliki akses ke identitas resmi, mereka kemungkinan besar akan kehilangan berbagai layanan sosial penting. Jauh sebelumnya, Ahli matematika dan filsuf Prancis, Nicolas de Condorcet (1793) mengingatkan kita tentang pentingnya identitas. Menurut Nicolas, dalam konteks kehidupan bernegara, identitas sangat penting bagi setiap warga negara untuk menggunakan hak dan tanggung jawabnya secara adil. Identitas politik sebagai salah satu identitas sosial juga lumrah hadir dan dilindungi konstitusi. Yakni UUD 1945 Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.”

Dalam pandangan Richard T. Peterson dari Michigan University, pembentukan identitas sosial merupakan wujud hak azasi manusia (Peterson, 2022). Kendati demikian, identitas sosial tertentu tidak boleh menjadi alat untuk berlaku diskriminatif kepada kelompok sosial lainnya di masyarakat (Gordon, 2015). Namun, apa yang disampaikan Presiden Jokowi lebih mengarah justru pada perlakuan diskriminasi kepada kelompok sosial politik tertentu yang tidak sama dengan identitas politiknya.

Identitas itu Alamiah

Dalam kehidupan sosial, identitas itu sesuatu yang alamiah. Sudah jadi takdir Allah dan sunnatullah yang melekat (embedded) dengan hukum-hukum alam yang diciptakan-Nya. Identitas melekat pada setiap benda, individu, kelompok sosial, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial-politik, universitas, departemen dan negara. Bahkan identitas itu melekat pada suatu cara pandang atau mazhab ( school of thought ) tertentu.
Nabi Adam di awal penciptaannya diperkenalkan dahulu dengan nama-nama benda sebagai identitas. Benda-benda bernama manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan perlu diberi nama sebagai identitas. Benda-benda abstrak pun diberi identitas.

Dalam studi biologi misalnya dikenal istilah kode genetik, kode molekuler dll. Dalam materi genetik (DNA & RNA), ada istilah sense, antisense, template dan anti template. Semua itu peng-identitas-an.

Dalam kehidupan kemasyarakatan, kita mengenal NU, Muhammadiyah, SI, KAHMI, Persis, Matla’ul Anwar, PUI sebagai identitas Ormas. Nama kota seperti Bandung, Cirebon, Malang, Jakarta itu identitas. Dadang, Diding, Dudung, Asep, Iyep, Usep, Siti, Wawan, Wiwin, Wowon itu identitas. Jokowi, Prabowo, Anies, Ganjar itu identitas. Langit, bumi, matahari, bintang itu identitas. Laut, darat, sungai, danau, curug, ngarai, muara, hulu, itu semua identitas. Toyota, Daihatsu, Honda, Mitsubishi, Suzuki, Hyundai, Wuling dan Nissan, itu semua identitas.

Pemberian nama (identitas) pada setiap bayi yang baru lahir, bahkan sebelum lahir sudah disiapkan. Termasuk nama-nama bayi yang baru lahir di suatu rumah sakit harus diberi identitas, bila tidak akan tertukar. Sudah terbayang bila bayi kita tertukar dengan bayi orang lain. Naudzubillah.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *