Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara” (Seri-19): Merantau Ke Bali

Merantau Ke Bali
Muhammad Najib, Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Karya: Muhammad Najib, Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

SERI-19

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hajinews.id – Dua minggu sesudah pernikahannya, Mujahid mulai merasakan kejenuhan dengan kehidupannya yang rutin dan monoton. Ia juga merasa malu terus-menerus bersandar pada keluarganya yang hanya menggantungkan hidupnya dari gaji pegawai negeri sang Ayah, dan tambahan dari Ibunya yang berjualan. Karena itu, Ia mulai mencari informasi dari kawan-kawan dekatnya, peluang pekerjaan yang mungkin bisa Ia lakukan. Mujahid kaget ketika mengetahui orang-orang Lamongan ternyata banyak yang sukses di Jakarta atau kota-kota besar lainnya. Mereka juga punya keterikatan kedaerahan yang kuat di rantau, sehingga satu sama lain saling membantu. Usaha yang banyak ditekuninya adalah berjualan soto Lamongan atau pecel lele yang menjadi makanan khas daerahnya.

“Aku sangat tertarik untuk merantau, tapi tak pandai berdagang dan tak suka masak-memasak”, pikir Mujahid.

“Karena itu Aku harus mencari pekerjaan lain. Bukankah Aku bisa berbahasa Inggris dan mengerti bahasa Arab?”, pikirnya lagi.

“Ah…! Baru ingat, bukankah kemenakan ayahku ada yang merantau ke Bali?”, pikirannya tiba-tiba teringat sepupunya yang bernama Hafiz yang lima tahun lebih tua dirinya. Mujahid lalu mulai membujuk istrinya dan berusaha meyakinkannya.

“Kita tidak boleh terus-menerus membebani orangtua. Saya pingin punya pekerjaan sendiri, dan Saya berharap suatu saat Kita punya rumah sendiri”, ucapnya kepada Istrinya sebelum tidur.

“Nur tentu senang kalau Mas bisa mandiri, tapi Bali itu kan tidak dekat”, jawabnya cemas.

“Begini, Dik. Aku berangkat dulu sendiri, kalau sudah ada kepastian, baru Kamu menyusul”, jawabnya sambil membelai rambut sang Istri.

“Terserah Mas saja, tapi apa Mas sudah bilang ke Ibu?”, tanya Nur.

“Belum. Kalau Kita berdua sudah sepakat, Ibu pasti akan mengizinkan”.

“Rasanya Ibu sudah tidak sabar mau menimang cucu”, goda Bu Bisri kepada sang menantu yang sedang menemani sang Suami membaca koran di beranda rumahnya. Nur hanya tersenyum dan menoleh ke arah Mujahid. Mujahid pura-pura tidak mendengarnya.

“Nih, Ibu buatkan pisang goreng. Kebetulan ada yang kasih pisang bagus”, kata Bu Bisri.

“Dan pisang gorengnya akan semakin enak bila ditemani secangkir teh manis panas”.

Tanpa berkomentar Nur bergegas ke belakang. Ia mengerti sindiran halus mertuanya. Saat Bu Bisri beranjak dari kursinya.

“Bu, sebentar…”, kata Mujahid sambil menurunkan korannya.

“Ada yang mau Mujahid bicarakan”, pintanya.

“Ada apa, Nak?”, tanya Bu Bisri.

“Begini Bu, Saya ada rencana mau jalan-jalan ke Bali, mencari kerja sekalian mau ketemu Bang Hafiz. Siapa tahu ada lowongan kerja yang bagus di sana”, ucap Mujahid dengan nada datar.

“Untuk apa pergi jauh-jauh, Nak? Kalau Kamu mau meneruskan kerjaan Ibu, warung Kita ini akan Ibu serahkan pada kalian”, jawab Bu Bisri.

“Tapi Bu, Saya tidak punya bakat berdagang beras”.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *