Tidak lama kemudian, Ia keluar dengan membawa mangkuk sop dan kerupuk, melengkapi laukpauk yang sudah ada di depannya.
“Iin, sini…! Nggak boleh nakal, ya!”, kata sang Istri sambil mengangkat si kecil dan membawanya ke belakang.
“Walad semuanya berapa?”, tanya Imam mengenai jumlah anaknya.
“Baru tiga”, jawab Mujahid.
“Yang pertama tujuh tahun, sekarang kelas satu SD, namanya Amil. Yang kedua, baru empat tahun setengah, namanya Sabira, sering dipanggil Ira, dan yang ketiga, yang tadi itu baru tiga tahun, namanya Sahin”.
“Masih mau nambah?”, tanya Imam menggoda.
“Wah, Kita kan anti KB”, jawab Mujahid singkat sambil tertawa.
“Rencananya mau ke mana saja?”.
“Ana tidak punya rencana pasti, cuman sekadar ingin tahu Bali”.
“Al afu, rumah Ana sederhana sekali dan hanya ada satu kamar”.
“Oh, tidak apa-apa, Ana maklum, kok. Yang penting, dibantu carikan penginapan yang sederhana saja yang tidak terlalu jauh dari sini”.
“Kebetulan di dekat sini ada losmen. Harganya tidak terlalu mahal, tapi cukup bersih dan bagus. Kalau mau, setelah makan, Ana antar agar Antum bisa istirahat. Nanti sore ba’da Asar, kita jalan-jalan. Kebetulan Ana ada sepeda motor”, kata Mujahid.
“Wah senang sekali”, jawab Imam setuju.
(Bersambung….)