“Mas, kenapa akhir-akhir ini jarang pulang?”, tanya sang Istri.
“Kebetulan ada bisnis baru dengan seorang teman”, jawabnya berbohong.
“Ya, tapi walau banyak pekerjaan, jangan lupa istirahat. Kalau sakit nanti malah lebih mahal biayanya”, kata sang Istri menasihati.
“Nanti kalau sudah selesai, kan di rumah terus seperti biasa. Ini juga saya lakukan demi Kamu dan anak-anak”, katanya.
“Tapi Mas, saya takut sering-sering ditinggal sendiri”.
“Memangnya ada apa?”, Mujahid mulai curiga.
“Belakangan ada orang yang mondar-mandir di depan rumah dengan pandangan nggak enak”, kata Nur.
Mujahid terkejut, tapi ia berpura-pura tetap tenang.
“Bagaimana ciri-ciri orang-orang itu?”.
“Berganti-ganti, kadang berambut gondrong, kadang-kadang cepak”.
la terkesiap mendengar penjelasan itu. Buru-buru Ia menyambar jaket hitam yang digantung di kursi, kemudian bergegas meninggalkan rumah dengan mengecup kening sang Istri.
“Jaga anak-anak dan jangan banyak meninggalkan rumah!”, sarannya sambil berbisik.
Sang Istri curiga dengan gerak-gerik suaminya. Ketika akan bertanya lagi, Mujahid sudah bergerak keluar sambil merapatkan pintu depan rumah. Nur Jannah hanya menatap suaminya dengan pandangan sedih dari balik celah pintu, bersamaan dengan sang Suami menghilang ditelan kegelapan malam.
Nur kembali ke tempat tidur. Ditatapnya satu per satu anaknya yang tidur pulas berjajar di lantai beralaskan kasur busa tipis. Pelan-pelan Ia mengambil tempat paling ujung di sisi si bungsu. Diletakkannya tangan Kirinya pada pinggul anak yang menjadi kesayangan sang Ayah. Ia terus
mengusap-usapkan tangannya, sementara pikirannya terus bertanya tanya dalam hati, sampai kemudian tertidur.
(Bersambung…..)
1 Komentar