Politik Para Pecundang: Menebar dan Melempar Buah Busuk

Politik Para Pecundang
Sulistyanto Soejoso
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Sulistyanto Soejoso, Warga Jawa Timur

Hajinews.id – Seorang pejabat publik sudah semestinya menjaga ucapan dan perilakunya. Sebab, ucapan dan perilaku pejabat publik itu adalah kebijakan publik itu sendiri. Tak heran, yang namanya hadis nabi itu berupa ucapan maupun tindakan dari Rasulullah.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dalam konteks kepemimpinan modern di kehidupan bernegara, ucapan dan tindakan pejabat harus benar-benar ditakar dan dijaga. Tidak bisa bicara atau bertindak semaunya. Setiap apa yang diucapkan pejabat adalah kebijakan publik. Setiap apa yang dilakukan pejabat adalah kebijakan publik.

Dalam konteks kehidupan politik NKRI modern, kita tahu ada beberapa pejabat yang sering berucap dengan kasar dan ngaco. Meminjam ucapan peribahasa rakyat, kita pasti pernah mendengar istilah: mulut kok tidak ada rem-nya. Hal ini untuk menunjukkan orang yang asal bicara, tanpa dipikir.

Di Indonesia, kita tahu, pernah ada pejabat sekelas gubernur yang ngomongnya asal ucap. Herannya lagi, dia berucap tentang hal-hal sensitif yang terkait dengan agama. Namanya adalah Basuki Tjahaja Purnama atau biasa dipanggil Ahok.

Satu ketika, dia pernah meledek ajaran Kristen. Dalam satu rapat resmi di Pemprov DKI Jakarta, dia pernah berucap seperti ini:

“Konyolnya orang Kristen tuh mereka pasti masuk surga. Itu ajaran Kristen itu agak konyol tuh. Kalau Islam lebih realistis. Masih mudah-mudahan. Timbang-timbang mana pahala mana dosa tuh. Jadi orang Islam itu nggak berani mengklaim pasti masuk surga.”

Di waktu lain, dia melontarkan tentang “dibohongi pakai surat Al Maidah 51”. Sama dengan ucapan pertama, lontaran tentang pembohongan dengan ayat dalam kitab suci Umat Islam tersebut disampaikan dalam acara resmi Pemprov DKI Jakarta.

Cara-cara tersebut tentu saja cara pecundang. Mempermainkan ajaran umat beragama untuk berpolitik. Tanpa memikirkan apa dampak dari ucapan tersebut. Ibarat kata, politik seperti ini seperti melemparkan atau menyajikan buah busuk.

Dia memberikan buah busuk kepada masyarakat. Dan itu sudah dilakukan jauh sebelum pilkada/pilgub DKI Jakarta 2017. Ahok sudah menggunakan isu-isu seperti ini sejak pilkada 2012.

Tapi hebatnya, seolah-olah Ahok adalah korban politik identitas. Padahal dia yang mulai memainkan politik identitas. Mengapa bisa seperti itu? Jawabnya adalah tim buzzer yang ada di belakangnya yang melempar isu tersebut. Mereka memainkan cara playing victim. Seolah korban, padahal pelaku.

Sebelum Ahok maju menjadi wakil gubernur, lalu mencalonkan gubernur, tidak pernah ada isu politik identitas sekuat itu. Isu tersebut muncul justru gara-gara Ahok mulai menebarkan komentar-komentar berbau SARA.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *