Akhirnya, BPKH cenderung bermain aman dalam melakukan investasinya. Lantas apa yang harus dilakukan untuk mengatasi hal ini?
Pertama, hal yang perlu dilakukan ialah perubahan regulasi mengenai klausul tanggung renteng kerugian. Sanksi tanggung renteng kerugian hanya dikenakan apabila terdapat unsur kesengajaan dan ketidakhatian dalam pengelolaan dana.
Namun, apabila sudah dilakukan analisis mendalam dan masih terjadi kondisi kerugian pada salah satu investasi, pengelola dibebaskan dari kewajiban tanggung renteng.
Kondisi saat ini menujukkan meskipun hasil investasi dana haji bisa mencapai dua digit, ada satu atau dua portofolio yang rugi sehingga pengelola tetap wajib mengganti kerugian itu.
Kedua, perlu adanya regulasi mengenai pencadangan kerugian. Dua hal ini yang setidaknya menjadi beberapa prasyarat yang harus dilakukan agar pengelola dana haji dapat lebih agresif dalam melakukan investasi atas dana haji.
Laporan keuangan dana haji yang telah dilaporkan secara berkala oleh BPKH sebenarnya telah menjawab tudingan masyarakat mengenai kesalahan pengelolaan dana haji ternyata tidak terbukti. Oleh karena itu, perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji perlu segera dilakukan.
Hal lain yang perlu dilakukan ialah sinkronisasi dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki agar pengelolaan dana haji dapat memberikan layanan haji yang lebih optimal.