Pelayanan Jemaah Haji Indonesia, Quo Vadis?

Pelayanan Jemaah Haji Indonesia
Muslimin B. Putra, Kepala Pencegahan Ombudsman RI Provinsi Sulsel/Wakil Sekretaris MW KAHMI Sulsel
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Muslimin B. Putra, Kepala Pencegahan Ombudsman RI Provinsi Sulsel/Wakil Sekretaris MW KAHMI Sulsel

Hajinews.id – Pelayanan pada jemaah haji oleh pemerintah dimulai saat pendaftaran pemberangkatan haji, termasuk penentuan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH). Adanya usulan pemerintah melalui Menteri Agama dihadapan Anggota Komisi VIII DPR RI sebesar Rp 69.193.733 dan nilai manfaat dana haji Rp. 29.700.175 (30 persen) pada Kamis (19/1/2023) memantik reaksi publik karena kenaikan 100 persen BIPIH dibanding tahun 2022 sebesar Rp 39,8 juta. Hal ini menandakan adanya upaya pemerintah mengurangi peran pemerintah dalam penyediaan biaya haji melalui nilai manfaat dari pengelolaan dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Usulan penaikan biaya haji oleh pemerintah RI dengan pertimbangan penyesuaian komponen layanan akomodasi, konsumsi dan transportasi selama di Arab Saudi (Jeddah, Madinah dan Mekkah). Pertimbangan lainnya penyesuaian komponen kurs dollar dan kurs riyal dengan asumsi Rp. 15.300 untuk kurs 1 USA Dollar dan Rp 4.080 untuk kurs 1 Saudi Arabia Riyal (SAR). Penyesuaian lainnya menurut pemerintah adalah komponen transportasi pesawat udara yang tergantung pada harga avtur.

Usulan penaikan BIPIH saat bersamaan pemerintah Arab Saudi menurunkan paket layanan haji pada tahun 2023 sekitar 30 persen dari tahun sebelumnya 2022. Paket layanan haji yang diturunkan oleh pemerintah Arab Saudi layanan Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) atau biasa juga disebut Masyair. Layanan Masyair disiapkan oleh Pemerintah Arab Saudi setiap tanggal 8-13 Zulhijjah untuk Jemaah haji seluruh dunia.

Argumentasi pemerintah, penurunan 30 persen layanan Armuzna oleh pemerintah Arab Saudi karena tahun 2022 lalu naik signifikan dan diturunkan kembali tahun 2023. Menurut Hilman Latif, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama ada empat paket layanan pemerintah Arab Saudi yang diturunkan pada tahun 2023 untuk warga domestik yaitu paket SAR (Saudi Arabia Riyal) 10,596-SAR 11,841 (sekitar Rp 43 juta-Rp 48 juta), paket SAR 8,092-SAR 8,458 (sekitar Rp 33 juta-Rp 34,5 juta), paket SAR 13,150 (sekitar Rp 53,6 juta) dan paket SAR 3,984 (sekitar Rp 16 juta) tidak ada layanan di Mina, hanya akomodasi dan konsumsi di Arafah dan Muzdalifah.

Pelayanan Jemaah Haji

Undang-Undang (UU) No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah memberikan mandat pada pemerintah untuk melakukan pembinaan, pelayanan dan perlindungan pada warga negara Indonesia untuk menunaikan ibadah haji dan umrah secara aman, nyaman, tertib dan sesuai dengan ketentuan syariat. Jenis pelayanan yang disediakan pemerintah menurut UU ini untuk penyelenggaraan ibadah haji reguler adalah pelayanan kesehatan, pelayanan transportasi, pelayanan akomodasi, dan pelayanan penyediaan konsumsi.

UU No. 8/2019 sebagai payung hukum pengganti UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Sedangkan UU No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji adalah payung hukum pertama berbentuk Undang-Undang. Lahirnya UU ini membagi dua kelompok haji beserta kuotanya yakni haji reguler dan haji khusus. Kelompok haji reguler dikelola oleh pemerintah yang memberlakukan setoran awal saat pendaftaran haji yang datanya tersimpan dalam Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT). Jumlah setoran awal ini berubah nominalnya dari tahun ke tahun, mulai dari setoran awal lima juta hingga dua puluh lima juta rupiah. UU No. 17/1999 memandatkan pada pemerintah untuk mengelola dana haji dengan menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) No. 11 Tahun 2001 tentang Badan Pengelola Dana Abadi Umat. Kemudian pengelolaan dana haji diambil alih oleh lembaga baru yang dibentuk berdasarkan UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji yaitu Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Sejarah pemberian mandat pada pemerintah untuk penyelenggaraan ibadah haji dimulai pada tahun 1951 melalui Keppres No. 53 Tahun 1951 yang menghentikan keterlibatan pihak swasta dalam penyelenggaraan ibadah haji dan mengambil alih seluruh penyelenggaraan haji oleh pemerintah. Tetapi pada tahun 1959 melalui SK Menteri Agama Nomor 3170 tanggal 6 Februari 1959 menunjuk Yayasan Penyelenggaraan Haji Indonesia (YPHI) untuk menyelenggarakan ibadah haji, berarti dikembalikan kepada swasta untuk penyelenggaraan haji. Nanti pada tahun 1960 terbit Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 1960 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji yang membentuk PANUHAD (Panitia Pemberangkatan dan Pemulangan Haji) kemudian berubah nama menjadi Panitia Pemberangkatan dan Pemulangan Haji (PPPH) tahun 1962. Pada tahun 1964 PPPH dibubarkan kemudian kewenangannya diambil alih oleh Dirjen Urusan Haji (DUHA) hingga sekarang.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *