Haji Bagi yang “Mampu”: Melesatnya Biaya Naik Haji

Melesatnya Biaya Naik Haji
Melesatnya Biaya Naik Haji
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Setelah dua tahun pemerintah Indonesia vakum memberangkatkan jemaah haji imbas dari pandemi COVID-19, kabar kesepakatan tentang kuota haji sebanyak 221 ribu jemaah tahun ini terdengar bak angin segar. Rincian kuota tersebut terdiri atas 203.320 jemaah haji reguler dan 17.680 jemaah haji khusus.

Kuota itu sama seperti tahun 2019 dan meningkat lebih dari dua kali lipat ketimbang tahun lalu, yakni 100.051 jemaah. Selain persoalan kuota, menukil laman Kementerian Agama (Kemenag), aturan pembatasan usia jemaah haji pun dicabut. Sebelumnya Arab Saudi memang sempat menerapkan syarat usia jemaah haji 2022 di bawah 65 tahun seturut pandemi COVID-19 yang belum usai.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Tahun 2020 dan 2021 bahkan lebih ketat, yakni ibadah haji dibatasi khusus untuk penduduk dalam Kerajaan Arab Saudi. Dengan begitu jemaah haji pada 2020 tercatat hanya kurang dari seribu orang, lalu pada tahun berikutnya sebanyak 58.745 orang. Data itu dinukil dari Statistik Haji yang dirilis General Authority for Statistics Kingdom of Saudi Arabia.

Di lain sisi, menurut Dr Amr bin Reda Al Maddah sebagai Wakil Kementerian Haji dan Umrah untuk Layanan Haji dan Umrah Arab Saudi, seperti dilansir Gulf News, paket haji tahun ini pun disebut 30 persen lebih murah dibandingkan tahun lalu. Percikan protes publik pun dimulai dari sini.

Masyarakat mempertanyakan usulan kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Indonesia di tengah penurunan biaya haji yang ditetapkan pemerintah Arab Saudi. Dari paparan Menteri Agama (Menag) saat rapat kerja (raker) bersama Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Kamis (19/1/2023), kenaikan BPIH 2023 diajukan menjadi Rp98,89 juta atau naik sekira Rp514.888 dari tahun sebelumnya berjumlah Rp98,38 juta.

Nilai Manfaat Tergerus di Usulan BPIH 2023

Satu hal yang mengejutkan adalah perubahan skema yang signifikan. Di tahun 2022, besaran komponen nilai manfaat yaitu 59,46 persen dan sisanya merupakan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung oleh jemaah.

Sementara usulan tahun ini persentase nilai manfaat dan Bipih yakni 30 persen dibanding 70 persen, dengan kata lain biaya yang mesti dibayar calon jemaah haji (terdiri atas setoran awal dan setoran lunas) adalah Rp69,19 juta. Angka tersebut meningkat tajam, sebesar 42,36 persen, ketimbang Bipih 2022 sebesar Rp39,89 juta.

Di kesempatan raker 19 Januari, Menag Yaqut Cholil Qoumas bilang, kebijakan formulasi komponen BPIH ini diambil dalam rangka “menyeimbangkan besaran beban jemaah dengan keberlangsungan dana nilai manfaat BPIH di masa yang akan datang.”

Dengan begitu, kata Menag Yaqut, “pembebanan Bipih harus menjaga prinsip istitha’ah (mampu) dan likuiditas penyelenggaraan haji tahun-tahun berikutnya.”

Nilai manfaat sendiri diperoleh dari hasil kelolaan BPKH terhadap setoran awal calon jemaah haji melalui investasi dengan prinsip syariah di Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), penempatan di bank, serta investasi dalam dan luar negeri. Kewenangan pengelolaan keuangan haji memang dipegang BPKH sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

Perlu diketahui pula bahwa per akhir 2022, BPKH menyampaikan saldo dana kelolaan haji per 2022 adalah Rp166,01 triliun, naik 4,56 persen dari saldo 2021 sebesar Rp158,79 triliun.

Peningkatan dana kelolaan haji berbanding lurus dengan target nilai manfaat yang diperoleh BPKH ditahun 2022 yang melampaui target dengan realisasi Rp10,08 T.

Saat itu, kepala BPKH Fadlul Imansyah mengungkapkan (19/1/2023) bahwa keuangan haji saat ini sehat dimana posisi penempatan dana di bank per Desember 2022 adalah sebesar Rp48,97 triliun atau lebih dari 2 kali kebutuhan dana penyelenggaraan ibadah haji.

Lantas, apa masalahnya?

Jika merunut catatan BPKH dan Kemenag selama 2010 – 2022, persentase nilai manfaat dari tahun ke tahun memang merangkak naik.

Namun hal itu juga beriringan dengan terus meningkatnya BPIH, kecuali pada tahun 2016 manakala BPIH turun menjadi Rp60 juta dari tahun sebelumnya Rp61,56 juta. Di tahun 2016 itu persentase nilai manfaat dibanding Bipih adalah 42,33 persen dan 57,67 persen.

Perlu digarisbawahi, semenjak 2014 besaran Bipih tak pernah menyentuh 70 persen. Itu artinya jika usulan pemerintah tahun ini dijalankan, maka skemanya mirip seperti tahun 2013 di mana komponen nilai manfaat dan Bipih masing-masing adalah 24,70 persen dan 75,30 persen.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *