Mengenal Kanker Nasofaring, Si Pembunuh Tersembunyi

Mengenal Kanker Nasofaring
Mengenal Kanker Nasofaring
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Kanker merupakan penyakit yang kerap menjadi momok menakutkan. Berdasarkan data Riskesdas, angka kejadian tumor/kanker di Indonesia menunjukkan peningkatan dari 1,4 per seribu penduduk pada tahun 2013 menjadi 1,79 per seribu penduduk pada tahun 2018.

Sementara itu, data World Health Organization (WHO) Global Burden of Cancer Survey (Globocan) menunjukkan jumlah kasus kanker di Indonesia pada tahun 2020 sebanyak 396.914 kasus, dengan total 234.511 kasus. Ada berbagai jenis kanker yang dapat menyerang tubuh manusia. Salah satunya adalah kanker nasofaring.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kanker nasofaring adalah kanker ganas yang terjadi pada organ di atas tenggorokan dan di belakang hidung. Mengklasifikasikan jenis kanker, kanker nasofaring diklasifikasikan sebagai bagian dari kanker kepala dan leher, yang pada dasarnya disebabkan oleh pertumbuhan nasofaring yang tidak normal, di mana sel bermutasi dan membelah secara tak terkendali, menciptakan jaringan tambahan atau tumor.

Tidak setiap tumor adalah kanker. Tumor nasofaring bisa jinak (bukan kanker) atau jinak (kanker). Kanker nasofaring dapat disebabkan oleh beberapa hal. Saat ini, penyebab utamanya adalah infeksi virus Epstein-Barr.

Walaupun demikian, diduga faktor-faktor lain juga mendukung untuk terjadinya kanker nasofaring, diantaranya adalah faktor genetik/keturunan, jenis kelamin, lingkungan, kebiasaan hidup, dan kebudayaan.

Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pada laki-laki lebih banyak ditemukan menderita kankernasofaring. Selain itu, beberapa zat kimia diduga menjadi penyebab timbulnya kanker nasofaring yakni zat nitrosamin dan nikel.

Zat nitrosamin merupakan zat yang digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Zat nikel yang dapat menyebabkan terjadinya kanker nasofaring sering kali didapatkan di air minum dan makanan yang dikonsumsi sehari-sehari.

Faktor lainnya yang diperkirakan dapat memicu terjadinya kanker nasofaring diantaranya adalah kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman yang terlalu panas, dan sering terpapar dengan asap baik asap hasil pembakaran sampah dan kayu, asap pabrik, maupun asap rokok.

Sebagai akibat dari gejala yang kurang khas dan letaknya yang tersembunyi, kanker nasofaring seringkali terlambat didiagnosis. Gejala-gejala yang dapat timbul pada seseorang dengan kanker nasofaring dapat berupa gangguan di hidung, telinga, leher, mata, dan saraf.

Pada organ hidung, penderita sering kali mengeluhkan rasa tersumbat dan perdarahan melalui hidung atau mimisan. Mimisan ini terjadi cukup sering dan muncul tiba-tiba tanpa dipengaruhi oleh kebiasaan mengorek hidung, gangguan pembuluh darah, terbentur, maupun akibat penyakit kronis seperti hipertensi.

Gangguan di telinga dapat terjadi akibat tempat asal tumor terletak dekat dengan muara saluran yang berhubungan dengan telinga. Gejala yang muncul di telinga dapat berupa telingaberdenging, rasa tidak nyaman, rasa nyeri di telinga, hingga adanya gangguan pendengaran.

Nasofaring juga letaknya dekat rongga tengkorak sehingga beberapa gangguan saraf dapat terjadi seperti penglihatan yang berbayang, dan nyeri di sekitar kepala.

Sama halnya dengan kanker yang lain, kanker nasofaring dapat menjalar atau bermetastasis ke bagian lain seperti kelenjar getah bening. Hal ini lah yang dapat menyebabkan terbentuknya benjolan pada kelenjar getah bening di leher.

Benjolan ini yang umumnya mendorong seseorang untuk memeriksakan diri ke dokter dibandingkan gejala-gejala lain di atas.

Ada beberapa pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui kanker nasofaring. Jika sudah didapati gejala-gejala seperti diatas, hendaknya segera memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter spesialis THT-KL.

Pemeriksaan hidung bagian depan dan belakang, serta pemeriksaan tenggorok secara langsung maupun dengan endoskopi akan dilakukan oleh dokter sebagai pemeriksaan awal.

Pemeriksaan radiologi berupa foto rontgen dan CT-Scan dilakukan untuk melihat penyebaran keganasan ke organ yang lain. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yakni pemeriksaan darah untuk melihat sistem kekebalan tubuh terhadap adanya infeksi dari virus Epstein-Barr melalui pemeriksaan darah IgA anti VCA dan IgA anti EA.

Pemeriksaan ini memiliki tingkat sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk mendiagnosa kanker nasofaring, meskipun pemeriksaan ini belum tersedia di semua rumah sakit di Indonesia.

Standar baku dalam pemeriksaan kanker nasofaring adalah pemeriksaan biopsi atau pengambilan jaringan yang dicurigai mengalami keganasan.

Biopsi yang dilakukan dapat dilakukan melalui mulut maupun hidung. Setelah jaringan diambil, kemudian akan diperiksa lebih lanjut di laboratorium untuk mengetahui apakah terjadi perubahan sel pada jaringan yang diambil.

Setelah dilakukan pemeriksan dan didapati hasilnya, maka dapat ditentukan stadium dari kanker nasofaring dan pengobatan yang dapat dilakukan.

Stadium pada kanker nasofaring dimulai dari stadium 1 hingga stadium 4. Sementara ini, pengobatan yang dapat diberikan kepada pasien dengan kanker nasofaring berupa terapi radiasi, kemoterapi, pembedahan, dan obat-obatan.

Kanker nasofaring memiliki tingkat kekambuhan yang cukup tinggi pasca pengobatan yang sudah diberikan. Kekambuhan sering kali terjadi antara 5 – 10 tahun.

Oleh karena itu, para penderita kanker nasofaring yang sudah melakukan pengobatan hingga tuntas tetap perlu diperiksa secara rutin, setidaknya 10 tahun setelah terapi yang diberikan.

Oleh karena kanker nasofaring tidak memiliki gejala yang khas dan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kejadian kanker nasofaring yang cukup tinggi, sebaiknya kita berusaha untuk mencegah terjadinya kanker nasofaring.

Walapun faktor genetik memiliki peranan penting dalam terjadinya kanker, namun kita dapat berusaha untuk mengurangi kemungkinan terjadinya dengan melakukan apa yang dapat dilakukan, seperti penggunaan masker jika berada di tempat yang penuh dengan asap dan polusi udara, menghindari kebiasaan mengkonsumsi makanan yang menggunakan bahan pengawet, tidak mengkonsumsi makanan yang masih sangat panas, dan menjaga kesehatan tubuh agar terhindar dari penyakit melalui pola hidup yang sehat seperti mengkonsumsi makanan yang sehat, olahraga teratur, dan istirahat yang cukup. (*)

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *