“Bersujud Diatas Bara” (Seri-34): Dipaksa Keadaan

“Bersujud Diatas Bara” (Seri-34): Dipaksa Keadaan
Muhammad Najib, Dubes Indonesia untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Karya: Muhammad Najib, Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

SERI-34

Hajinews.id – Sementara itu, Amil, Ira, dan Iin terus meneteskan air mata tanpa suara tangis. Hanya sedu-sedan dengan suara pelan tertahan yang terdengar. Wajah-wajah mungil tak berdosa itu tampak gusar. Ketiganya berdiri terpaku di ruang tamu menyaksikan sang Ibu yang setengah sadar dibopong nenek mereka ke kamar.

“Langsung saja bawa ke kamar, Bu!”, saran Pak Bisri.

“Tolong ambilkan minyak angin, Pak!”, pinta Bu Bisri sembari membaringkan tubuh sang menantu ke tempat tidur perlahan-lahan.

“Di mana, bu?”, tanya pak Bisri sambil menoleh ke Kiri dan ke Kanan menyapu seisi ruangan.

“Biasanya di tas kecil bersama obat-obatan. Coba lihat di balik daun jendela itu, Pak!”, kata Bu Bisri.

Pak Bisri menggerakan daun jendela kamar itu. Pandangannya menumbuk tas kecil yang terbuat dari rangkaian kulit kerang. Diangkatnya tas itu dengan tangan Kanan, sementara tangan Kirinya sibuk memeriksa isinya. Ternyata memang berbagai macam obat ringan disimpan disana. Ia segera melangkah mendekati tempat tidur, dan menyodorkan tas itu kepada sang Istri. Dengan cekatan Bu Bisri mengambil botol kecil berwarna hijau. Dibukanya tutup dari gabus yang menyumbat botol itu. Tutup itu diletakan di meja kecil dekat tempat tidur. Tangan Bu Bisri membalikkan posisi tangan Kanannya. Kemudian menggosok-gosokkannya ke dada, bagian perut, dan telapak kaki Nur. Tangan yang masih berbau pekat minyak angin itu kemudian ditempelkan ke hidung Nur. Perlahanlahan isak tangis sang menantu mulai terdengar.

“Istigfar, Nak. Istigfar!”, saran Pak Bisri yang berdiri di samping sang Istrinya. Sementara ketiga cucunya terus mengucurkan air mata, berdiri saling merangkul di pintu kamar menyaksikan upaya Nenek dan Kakek Mereka menolong sang Ibu yang belum sadarkan diri. Walau Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi Mereka merasakan betapa berat masalah yang dihadapi keluarganya. Mereka ingin tahu tapi tak tahu bagaimana harus bertanya. Potongan dialog antara Kakek dan Neneknya atau antara Ibu dan Neneknya yang tertangkap, walaupun tidak sepenuhnya dipahami, sudah cukup sebagai penjelasan apa yang menimpa keluarga Mereka.

Dua hari dua malam Nur menangis di tempat tidur, sampai-sampai hampir kering air matanya. Pikirannya hampa, gairah hidupnya hilang. Ia hanya bangun saat ke kamar mandi atau saat hendak menunaikan shalat lima waktu. Bagi Nur semua terasa hambar dan hampa seketika. Matahari pagi sudah kehilangan hangatnya, bunga melati kesenangannya yang ditanam di halaman rumah sudah kehilangan semerbaknya. Bahkan gula pun sudah dirasa kehilangan manisnya. Bu Bisri mengambil alih kegiatan rutin Nur, memandikan Anak-anak, menyediakan makan, dan mencuci pakaian.

Tujuh hari berlalu. Dengan sabar kedua mertuanya terus mencoba menghiburnya, memberi semangat sembari mengurus cucu-cucunya, sampai Nur mulai mau bicara. Sedikit demi sedikit pasangan Kakek dan Nenek ini berusaha mengembalikan kepercayaan diri sang menantu. Saat dirasa sudah waktunya, Bu Bisri mulau menegurnya,

“Nur, siapa yang akan mengurus Anak-anakmu jika Kamu terus begini?”, Nur diam saja. Ia hanya menggerakkan sedikit posisi kepalanya yang ditelungkupkan di atas bantal.

“Ibu sudah tua. Tidak cukup tenaga untuk terus mengurus Anak-anakmu…!”, Nur menggerakkan sedikit bagian punggungnya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *