Kultum 8: Hati-hati dengan Hutang

Hati-hati dengan Hutang
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.id – Mungkin hampir semua orang pernah berhutang walaupun tidak banyak. Nah bagaimana Islam mengajar kita semua tentang hutang? Pertama, kita perlu mencatat semua hutang kita. Tujuannya, agar hutang kita ini diketahui oleh ahli waris kita, dan kalau hutang itu sudah kita bayar, perlu juga dicatat agar ahli waris kita juga mengetahui bahwa kita sudah melunasi hutang tersebut. Jika perlu, usahakan ada tanda tangan penerima pelunasan tersebut agar menjadi bukti tertulis bahwa kita sudah terbebas dari hutang. Mengapa demikian?

Pada jaman Rasulullah ada seseorang yang meninggal sedangkan beliau diketahui masih meninggalkan hutang. Hal ini didasarkan pada hadits, “Dari Abdullah bin Abi Qatadah bercerita dari bapaknya, pada suatu hari ada seorang muslim meninggal dunia lalu kami memohon Rasulullah untuk mensholatkan jenazahnya, tapi Rasulullah bertanya, Apakah ia meninggalkan sesuatu? mereka menjawab; Tidak, demi Allah ia tidak meninggalkan apa pun. Beliau bertanya, Apakah ia meninggalkan hutang? Mereka menjawab, ya, delapan belas dirham. Beliau bertanya lagi, Apa ia meninggalkan sesuatu untuk melunasinya? mereka menjawab; Tidak, demi Allah ia tidak meninggalkan sedikit pun uang. Maka Rasulullah bersabda, Shalatilah dia. Rasulullah menolak untuk menshalati jenazah itu”.

Peristiwa ini berlanjut sebagai berikut, “Lalu Abu Qatadah berkata, Ya Rasulullah, bila aku yang melunasinya apakah baginda mau menyalatinya? Rasulullah bersabda, bila kau melunasinya, aku akan menyalatinya. Kemudian Abu Qatadah pergi dan melunasi hutangnya. Lalu Rasulullah  bertanya, Apa kau sudah melunasi hutangnya? Abu Qatadah menjawab, Ya. Kemudian Rasulullah meminta agar jenazah didatangkan lantas beliau menshalatinya” (HR. Ahmad).

Dari peristiwa dalam hadits tersebut, kita berkesimpuan bahwa Rasulullah tidak bersedia mensholati seseorang yang meninggal karena si mayit itu masih mempunyai hutang. Dari peristiwa itu juga terkesan bahwa Rasulullah itu kethus atau kejam karena tidak mau mensholati jenazah yang masih punya hutang. Padahal, beliau adalah syafa’at.

Tetapi, bila kita tarik pelajaran pentingnya, jelas bahwa yang ditekankan adalah betapa penting melunasi hutang seseorang yang meninggal dan masih punya hutang. Mengapa demikian? Mari kita simak pesan Rasulullah tentang hutang. Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ

أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ اللَّهَ سَارِقًا

Artinya:

Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (di hari kiamat) dalam status sebagai pencuri (HR. Ibnu Majah no. 2410).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *