Bencana “Subsidi” dan Kelangsungan Keuangan haji

Kelangsungan Keuangan haji
Sri Wahyuningsih, 51, and her husband Sutrisno, 54, sit in the Grand mosque, in the holy city of Mecca, Saudi Arabia July 2, 2022. Sri and Sustrino are among over 100,000 Indonesians that Saudi Arabia has allowed to attend the 2022 haj pilgrimage, after barring foreign travellers for the past two years due to the COVID-19 pandemic. REUTERS/Mohammed Salem
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengungkapkan adanya ancaman “bencana” terhadap pembiayaan haji jika nilai Manfaat Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) lebih besar dari biaya penyelenggaraan ibadah haji (Bipih) yang akan dibayarkan calon jemaah.

Tak ayal, Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan agar persentase biaya haji (bipih) yang dibayarkan calon jemaah haji tahun ini dinaikkan dari 40,54% menjadi 70%.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Ketua Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah mengatakan jika pemerintah bersikeras membagi nilai manfaat seperti tahun lalu, besar kemungkinan nilai manfaat akan habis pada 2025.

Sejak tahun 2010, nilai manfaat yang digunakan untuk memitigasi biaya Bipih yang dibayarkan oleh Pemkot terus meningkat.

BPKH menegaskan, pada 2010, proporsi nilai hibah yang digunakan untuk mendukung BPIH masyarakat hanya 12,91 persen. Setelah lima tahun, porsi nilai manfaat yang membantu meringankan bipih jemaah tahun berjalan meningkat menjadi 39,1 persen.

Tahun lalu, nilai manfaat menopang sekitar 59,46 persen atau Rp58,49 juta dari total BPIH Rp98,37 triliun.

Di sisi lain, porsi bipih yang ditanggung jemaah porsinya cenderung turun dari 87,09 persen pada 2010 menjadi 40,79 persen pada 2022.

Semakin besarnya porsi nilai manfaat tak lepas dari peningkatan perolehan imbal hasil semenjak pengelolaan dana haji diserahkan pada BPKH pada 2017.

Selama 2018-2022, nilai manfaat yang diperoleh BPKH trennya meningkat yakni dari Rp5,7 triliun, Rp7,56 triliun, Rp7,43 triliun, Rp10,52 triliun, dan Rp10,08 triliun.

Nilai manfaat itu sebagian besar digunakan untuk memberangkatkan calon jemaah tahun berjalan. Sisanya, BPKH membagikannya untuk jemaah tunggu melalui rekening virtual (virtual account/VA).

Januari lalu, Kemenag mengusulkan BPIH tahun ini sebesar Rp98,9 juta. Dengan asumsi nilai manfaat menanggung 60 persen dari total BPIH, sama seperti tahun lalu, BPKH membutuhkan sekitar Rp12 triliun. Padahal, perolehan nilai manfaat atau imbal hasil dari pengelolaan dana haji hanya berkisar Rp10 triliun per tahun.

BPKH memang memiliki akumulasi nilai manfaat tersisa sekitar Rp15 triliun -Rp17 triliun karena tidak ada pemberangkatan haji selama periode 2020-2022.

Namun, menurut Fadlul, dana itu tidak akan bertahan selama beberapa tahun ke depan apabila nilai manfaat yang diperoleh pada tahun berjalan lebih kecil dan nilai manfaat yang digunakan untuk menanggung BPIH tahun berjalan.

Sebagai gambaran, apabila tahun ini pemerintah menggunakan nilai manfaat Rp12 triliun untuk sekitar 200 ribu jemaah haji yang berangkat, maka pada musim haji 2024, nilai akumulasi hanya tersisa Rp3 triliun-Rp4 triliun. Akumulasi nilai manfaat akan semakin menciut pada tahun berikutnya dan berisiko mengganggu keberlanjutan keuangan haji.

Dalam hal ini, keberangkatan calon jemaah haji tahun berjalan sebagian besar ditanggung oleh nilai manfaat dari pengelolaan calon jemaah haji yang masih mengantre.

“Asumsi tadi jika 2021 akhir terdapat Rp20 triliun saldo penumpukan akibat ketidakberangkatan (haji) 2020-2021, maka 2022 sudah diambil saldo simpanannya (Rp5-6 triliun) menjadi sisa sekitar Rp15 triliun,” kata Fadlul dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VIII DPR di Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (26/1) lalu.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *