Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara” (Seri-38): Sekolah Dengan Prihatin

Mudik Lebaran
Muhammad Najib, Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Karya: Muhammad Najib
Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

SERI-38

Hajinews.id – Bagi Amil sekolah tanpa bekal merupakan hal biasa, karena Ibunya lebih sering tidak memberinya uang saku daripada memberi. Ia tidak pernah menuntut. Ia memahami kesulitan yang dihadapi keluarganya, walau usianya belum genap delapan tahun. Untuk menutupi kenyataan ini, saat istirahat tiba, ketika kawan-kawannya pergi ke kantin, Ia tetap tinggal di kelas. Daripada melamun, Ia baca buku apa saja yang ada di dalam tasnya sekadar untuk mengisi waktu. Ia sering diejek teman-temannya yang usil karena memakai celana atau baju yang ditambal.

Bagi Amil hinaan-hinaan seperti ini, walaupun cukup menyiksa perasaannya, sudah biasa dan Ia sudah bisa mengatasinya. Yang paling menyiksa dirinya manakala ada cercaan yang menyebutnya sebagai Anak seorang teroris. Wajahnya jadi muram dan bekasnya tidak hilang berhari-hari, walau Ia sendiri belum mengerti benar apa yang dimaksud dengan teroris. Yang Ia pahami hanya persepsi umum bahwa teroris itu artinya orang jahat. Itulah yang membuat Amil begitu sedih jika ada orang yang mengatakan ayahnya seorang teroris.

Kondisi ini menyebabkannya menjadi Anak pendiam, kurang bergaul dan tidak banyak memiliki kawan. Di Madrasah Ibtidaiyah Attaufiq yang merupakan sekolah swasta yang terhitung sederhana yang tidak jauh dari tempat tinggalnya, Amil hanya memiliki satu atau dua orang teman yang terhitung akrab, Usman, Anak seorang guru, dan Husain, Anak seorang pengusaha dermawan yang suka mendekatinya. Usman suka menghibur Amil jika Ia berselisih paham dan selalu kalah atau mengalah dari kawan-kawannya. Sementara Husain suka membawakannya kue atau coklat yang Ia beli di kantin.

Perasaan marah dan keinginan untuk membalas perlakuan kawan-kawannya suatu kali terpenuhi, ketika seluruh siswa yang diberikan pekerjaan rumah (PR) berupa dua soal matematika ternyata banyak yang tidak mengerjakan karena sulit. Sementara itu, yang mengerjakan PR tidak ada yang benar. Hanya hasil kerja Amil yang memuaskan. Guru Matematika itu lalu memintanya maju ke depan untuk mengerjakannya di papan tulis dan disaksikan oleh seluruh pasang mata yang ada di kelas itu.

Saat maju, Amil sengaja tidak membawa buku catatannya untuk menunjukkan kepada kawan-kawannya bahwa apa yang ada di buku itu adalah hasil usahanya sendiri. Sementara tangan Kanannya memegang spidol, tangan Kirinya dibiarkan menggantung kosong. Semua pasang mata di kelas itu menyaksikan dengan tertegun. Setelah selesai, Ia kembali ke tempat duduk tanpa menoleh Kiri dan Kanan.

“Plok, plok, plok …!”, terdengar suara tepuk tangan dari sang Guru untuk memberikan apresiasi kepadanya.

“Saya berharap Anak-anak yang lain rajin belajar sehingga bisa seperti Amil”, katanya penuh sanjungan. Amil diam saja saat mendengar pujian sang guru. Mimik wajahnya sama sekali tidak berubah. Hanya hatinya yang berbunga-bunga dipenuhi perasaan puas penuh kemenangan.

Pengalaman ini meningkatkan motivasinya dalam belajar dan mendorong dirinya untuk menguasai semua mata pelajaran dengan baik. Untuk itu, Ia belajar lebih keras lagi. Lewat pelajaran Ia merasa dapat membalas sakit hatinya pada kawan-kawannya yang suka merendahkan dan menghinanya. Apalagi mereka yang usil dan nakal umumnya tidak terlalu pandai di kelas.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *