Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara” (Seri-39): Bantuan Dari hamba Allah

Keputusan Menikah
Muhammad Najib, Dubes RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Karya: Muhammad Najib, Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

SERI-39

Hajinews.id – Seperti biasanya, sesudah shalat Subuh, sebelum Anak-anaknya bangun, Nur mengambil sapu untuk membersihkan rumah, termasuk halaman depan. Ketika tangannya bergerak sampai ke pintu depan, Ia terperanjat, ada amplop mencurigakan di lantai. Ia memungutnya, membalik-baliknya, lalu membuka amplop tebal tanpa nama dan alamat pengirimnya. Ketika dibuka, sejumlah lembaran rupiah berwarna merah yang dilengkapi dengan surat yang ditulis tangan dengan menggunakan tinta biru itu berbunyi:

“Assalamualaikum wr.wb. Semoga Allah selalu melimpahkan berkahnya kepada anda sekeluarga.

Saya melihat Anda sekeluarga sedang menghadapi ujian yang tidak ringan. Saya kagum karena anda begitu tabah menjalaninya. Anak-anak perlu mendapatkan pendidikan yang baik, perlengkapan sekolah memadai, serta gizi yang cukup agar Mereka tumbuh sehat dan kuat sehingga kelak dapat menjadi anak yang Saleh, membanggakan keluarga, dan berguna bagi masyarakatnya.

Wassalamualaikum wr. wb.

Hamba Allah”.

“Alhamdulillah rupanya ada juga orang yang peduli dengan kesulitan yang sedang melilitku”, dengan suara mendesah lega. Nur menempelkan amplop coklat yang dipegangnya itu ke dadanya sembari memejamkan mata rapat-rapat. Hatinya berbunga-bunga.

“Rupanya tidak semua orang membenci keluargaku”, tambahnya. Ia juga merasa sangat tersanjung dengan sejumlah kata yang terdapat dalam surat itu. Pikirannya menerawang jauh menduga-duga siapa gerangan pengirimnya. Apakah Ia sahabat suaminya, atau salah satu anggota keluarga yang tidak mau diketahui identitasnya. Kenapa Ia tidak mau berterus-terang? Apakah untuk menjaga ketulusannya sehingga tidak ternoda oleh perasaan riya? Atau mungkin juga untuk menghindari
kemungkinan berurusan dengan aparat keamanan bila ketahuan? Segudang pertanyaan menumpuk di kepalanya.

Meski Nur berusaha keras untuk menjawab teka-teki ini, tapi tetap saja tidak sedikit pun Ia mendapatkan petunjuk untuk menelusuri lebih jauh, siapa gerangan pengirim surat itu. Akhirnya, Ia putuskan untuk membicarakan hal itu kepada sang Suami. Ia pikir, bukan mustahil sang Suami bisa memberikan petunjuk. Dan lebih dari itu, Ia tidak mungkin menerima uluran tangan itu tanpa sepengetahuan dan persetujuan suaminya. Prinsipnya, Istri yang salehah harus patuh kepada suaminya. Semua langkah yang dijalaninya harus seijin suami. Tidak boleh ada yang disembunyikan atau dirahasiakan, apalagi terkait uang yang jumlahnya tidak kecil untuk ukuran dirinya.

Saat mengunjungi sang Suami, dengan wajah cerah dan berbinar Ia menceritakan berita gembira itu. Setelah selesai bercerita tentang surat itu, Ia mengeluarkan amplop tersebut dari tas kecil yang dicangkringnya. Mujahid menerima surat itu dengan wajah tetap dingin tanpa komentar. Ia membaca kata demi kata dengan teliti dan penuh selidik. Sekali-sekali Ia mencuri pandang dengan sudut matanya memperhatikan wajah sang Istri.

Selesai membaca, Ia melipat kembali surat itu, dan mengembalikannya. Nur menerimanya dengan penuh tanda tanya. Wajahnya yang semula cerah, redup seketika seperti langit biru yang tiba-tiba tertutup mendung tebal. Ia mulai salah tingkah. Diperhatikannya wajah sang Suami yang tetap membisu dengan kepala menengadah ke langit dan melangkah pelan membelakangi diriya. Di kepala Mujahid berputar sejumlah dugaan: apakah Ia betul-betul tulus ingin membantu? Atau ada motivasi lain di balik uluran tangannya?

“Kalau dia laki-laki, bukan mustahil ini langkah awal untuk menggoda istriku”, pikir Mujahid.

“Kalau dia aparat, mungkin Ia ingin mengorek lebih jauh rahasia perjuanganku”.

Pikirannya terus berputar. Perasaan cemburu dan curiga muncul silih berganti. Hanya sedikit sekali muncul perkiraan si pengirim memang benar-benar tulus ingin membantu. Ia membisu. Hanya nafasnya naik-turun. Ia terbayang pesan gurunya untuk meninggalkan hal-hal yang subhat dan menjalankan yang jelas-jelas saja.

Nur sama sekali tidak menduga kalau respon Suaminya seperti itu. Ia tidak tahu apa yang dipikirkan sang Suami setelah membaca surat itu. Melihat gelagat yang tidak nyaman itu, sambil melangkah mendekati Suaminya dari belakang, Ia berkata, “Sudahlah, Mas. Lupakan saja! Jika
Mas tidak senang Kita serahkan uang ini ke Panti Asuhan
atau Kita masukkan amplop ini ke kotak amal di masjid”,
usulnya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *