Islamophobia di Eropa dan Amerika

Islamophobia di Eropa dan Amerika
Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation.

Hajinews.id – Di akhir pekan kemarin dilangsungkan sebuah diskusi yang membahas tentang Islamophobia di Eropa dan Amerika Serikat.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Diskusi ini menghadirkan pembicara dari dua benua, Eropa dan Amerika, sehingga disebut “Trans-Atlantic Dialogue”.

Dari US, selain saya, juga Imam Mustofa, seorang Imam di Texas kelahiran Inggris.

Dan, dari Eropa hadir sebagai narasumber, Emel El Filker, dari Jerman, dan Zara Muhamad dari Skotland, yang juga Sekjen Council of British Muslim.

Yang menarik juga adalah moderator dari diskusi ini adalah Miryam Francois, seorang TV anchor, film maker, dan aktifis dalam bidang kemanusiaan. Dia adalah seorang wanita Muslimah kelahiran Prancis yang cukup dikenal di kalangan masyarakat Eropa dan Inggris khususnya.

Hampir semua pembicara sepakat bahwa Islamophobia di Barat, Eropa dan Amerika, memang nyata dan dari masa ke masa terus eksis. Dan karenanya upaya untuk menutupi kenyataan ini terus dilakukan dengan mengalihkan perhatian masyarakat dunia. Salah satunya dengan menciptakan situasi di mana masyarakat Muslim justru terperangkap ke dalam prilaku yang dianggap berbahaya dan ancaman (threat).

Menanggapi realita itu, saya kembali menekankan bahwa sesungguhnya hal terbesar yang umat Islam hadapi saat ini adalah peperangan opini. Bukan peperangan Ukrain vs Rusia.

Peperangan opini inilah yang membentuk persepsi. Dan siapa yang memenangkan peperangan ini, merekalah yang akan mengontrol “mindset” (cara pandang) manusia. Dan cara pandang inilah kemudian yang membentuk prilaku terhadap semua hal. Termasuk terhadap agama dan umat ini.

Menjawab pertanyaan moderator tentang penyebab Islamophobia, semua pembicara menyampaikan pandangan. Emel dari Jerman misalnya menegaskan bahwa Islamophobia disebabkan oleh ketidaktahuan. Mustofa dari Texas menekankan faktor sejarah, yang kemudian saya kuatkan dengan pengalaman saya sewaktu berkunjung ke 9 negara Eropa sebelum pandemi di tahun 2020 lalu.

Saya menyampaikan kasus yang saya alami di Bratislava, Ibukota Slovakia. Di kota ini, bahkan kata Turkish yang kuat dikaitkan dengan Ottoman Empire, sangat ditakuti. Sampai-sampai kopi Turki tidak boleh dinamai “Turkish Coffee”. Tapi disebut dengan “Special coffee.”

Selain faktor sejarah dan kebodohan, memang diakui bahwa Islamophobia memang menjadi kendaraan banyak kepentingan. Selain kepentingan politik, Islamophobia juga menjadi kendaraan kepentingan capital. Hal ini terlihat dengan dukungan media yang digandengi oleh pemilik modal meraup keuntungan dengannya.

Bahkan sesungguhnya Islamophobia saat ini telah berwujud bisnis dan sumber penghasilan bagi sebagian orang. Kira-kira mirip dengan jalan hidup para buzzer di negara sana.

Ada satu poin yang cukup hangat diperdebatkan dalam diskusi itu. Ketika saya ditanya tentang solusi atau cara menghadapi Islamophobia di Eropa dan Amerika, saya menekankan salah satunya dengan urgensi menjadi bagian dan berperan signifikan dalam kehidupan mainstream masyarakat.

Istilah lain dari hal ini adalah pentingnya Komunitas Muslim di Barat untuk melakukan integrasi secara positif ke dalam masyarakat dan memainkan peranan signifikan yang akan dirasakan sebagai kontribusi kepada masing-masing negara.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *