Novel Muhammad Najib, “Bersujud Diatas Bara”(Seri-41): Kuliah Politik

Kuliah Politik
Muhammad Najib
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Karya: Muhammad Najib, Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

SER-41

Hajinews.id – Beberapa kali shalat Jumat di Masjid Khusnul Khatimah di Penjara, Mujahid berusaha mengambil tempat duduk menjauh dari posisi Imam yang ditahan pada penjara yang sama sesuai sarannya. Tapi, hatinya terus bertanyatanya akan sikap anehnya yang tidak lazim itu. Dia tidak sepenuhnya memahami apa yang dimaksud Imam dengan peringatan “hati-hati” dan “ada yang mengawasi”.

Pada Jumat kelima Ia tidak kuasa membendung rasa penasarannya. Mujahid sengaja datang ke Masjid lebih awal dan menunggu di sudut belakang, agar dapat mengetahui dimana sahabatnya itu mengambil posisi. Saat Imam datang, Ia segera mendekat, kemudian mengambil tempat duduk di sebelahnya. Baru saja Ia duduk,

“Bagaimana rasanya setelah sebulan hidup di penjara ini?”, sapa Imam yang sudah lebih dulu sebagai penghuni tempat itu.

“Sangat menyiksa!”, jawab Mujahid singkat.

“Apa yang membuat Antum tersiksa?”, tanya Imam lagi.

“Berpisah dengan Anak dan Istri”.

“Yang lain?”, kejar Imam.

“Ana khawatir dengan masa depan Awladi”, jawab Mujahid sambil menatap ke atas dengan wajah cemas membayangkan wajah Anak-anaknya. Tampak wajahwajah mungil nan lucu itu seolah-olah sedang memanggil dirinya.

“Tidak ada jaminan anak-anak yang dibesarkan langsung oleh kedua orangtuanya akan menjadi anak yang baik dan sukses. Banyak anak yatim yang tumbuh tanpa orangtua justru menjadi anak yang saleh dan saleha. Tawakal lah, dan pandu mereka dengan doa”, komentar Imam dengan nada menasehati.

Mujahid hanya menunduk mendengarkan kalimatkalimat yang keluar dari bibir Imam. Perasaannya bercampur-aduk antara rindu dan usahanya untuk tetap tegar dalam menghadapi kesulitan dan siksaan batin sebagai risiko sebuah perjuangan. Ia tampak berusaha keras menahan air mata yang menggenang dan hampir menetes dari sudut matanya.

Menyadari suasana batin sahabatnya itu, Imam berhenti sejenak. Ia pun melanjutkan dengan nada menghibur, “kalau dibandingkan dengan hidup di luar penjara, menghirup udara bebas dan segar, apalagi kalau membayangkan kebahagiaan berkumpul dengan anak dan istri, maka Kita akan terus-menerus meratap. Tapi, kalau dibanding dengan apa yang dialami oleh saudara-saudara Kita di Penjara Bagram di Afghanistan, Abu Graib di Irak dan Guantanamo di Kuba, maka Kita akan merasa kehidupan di penjara ini sangat nyaman. Di sana bukan saja secara fisik mereka disiksa, mental mereka juga dirusak. Lebih dari semua itu, harga diri mereka dihinakan dan direndahkan bagai hewan”, kata Imam dengan nada meninggi sambil mengepalkan tangannya dengan geram.

Dengan nada pelan Imam melanjutkan, “masalah Anak-anak, tawakal lah kepada Allah. Ia akan menjaga mereka sebagaimana Ia menjaga anak-anak burung untuk mendapatkan makanan yang diperlukan dan perlindungan dari hewan-hewan buas yang lebih besar atau dari ancaman ganasnya alam. Bimbinglah mereka dengan doa! Teguhkan hati Antum! Insyaalah, kehidupan yang Kita jalani seperti ini akan dinilai sebagai ibadah di sisi-Nya”.

Mujahid menunduk malu mendengar nasehat juniornya itu. Sebetulnya Ia paham semua nasehat yang didengarnya, tapi hatinya sering goyah. Ia memerlukan kalimat-kalimat itu dari Imam sekadar untuk menguatkan batinnya.

“O ya, Ana penasaran dengan sikap Antum yang sangat aneh selama di tahanan”, kata Mujahid tanpa menolehkan wajah.

“Maksud Antum sikap Ana yang hati-hati?”, tegas Imam sambil menoleh ke Kiri dan ke Kanan.

“Na’am”, jawab Mujahid sambil menganggukkan kepalanya.

“Ana curiga. Tampaknya ada intel yang sengaja dikirim ke dalam penjara ini untuk mengawasi kita”.

“Yang mana yang Antum curigai?”.

“Kalau dengan si Ompong tidak ada masalah, tapi hati-hati dengan si Perlente!”, nasehat Imam pada Mujahid.

“Kenapa Antum mencurigainya?”.

“Ana sudah menyelidikinya. Ia baru bertugas di sini sejak teman-teman Kita ditahan”.

“Ada data lain?”, kejar Mujahid belum yakin.

“Ada. Dia petugas yang paling ramah. Kalau ada masalah dengan kawan kawan dengan para petugas, Ia selalu membela Kita”.

“Hanya itu?”, tanya Mujahid lagi.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *