Namun secara semantis, bisa dipahami bahwa sabda Nabi itu pada dasarnya bermakna, (1) Assayyidu (Sang Pemimpin) itu adalah Allah, (2) sampaikan perkataan kalian, (3) jangan sampai setan menyimpangkan kalian. Tafsiran seperti ini pun, masih juga akan memunculkan dua pemahaman. Dengan demikian, para ulama juga akan berbeda pendapat dalam hal ini.
Sebagai umat Islam, kita juga memiliki satu prinsip, bahwa semua ibadah itu dibangun berdasarkan dalil dan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ini merupakan konsekuensi dari syahadat kita baha Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Terlebih di dalam ibadah shalat. Ucapan dan gerakan shalat, harus sesuai dengan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Apa yang beliau ajarkan kepada umat, itulah tata cara yang terbaik, dan merupakan cara yang paling sempurna. Dengan demikian, shalawat yang terbaik adalah shalawat yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Di samping itu, tidak pernah dijumpai adanya dalil dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, maupun sahabat, bahkan sampai tabi’in sekalipun yang menambahkan lafadz ‘sayyiduna’ sebelum kata ‘Muhammad’ ketika membaca shalawat.
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan “andaikan memberikan tambahan ‘sayyidina’ itu dianjurkan, tentu akan dipraktekkan para sahabat, kemudian tabi’in. Namun belum pernah aku jumpai adanya riwayat dari sahabat maupun tabi’in yang mengucapkan kalimat itu. Padahal sangat banyak lafadz shalawat dari mereka (sahabat dan tabi’in)”.
Semoga sedikit yang kita baca ini menjadi pengingat kita untuk bersyukur karena dijadikan Allah hamba yang berIslam dan beriman, dan kalau sekiranya bisa memberi manfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.
اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Sumber : Ahmad Idris Adh
—ooOoo—