Masih Pantaskah Penghargaan Menkeu Terbaik Dunia Disandang?

Penghargaan Menkeu Terbaik Dunia
Sri Mulyani
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi

Hajinews.id – Pertumbuhan Ekonomi tahunan di 2022 kembali dalam posisi yang stabil, tidak membuat kejutan, bahkan tak ada perubahan angka signifikan atau cukup dan diangka biasa-biasa saja, yaitu sebesar 5,31 persen. Angka ini menunjukkan, bahwa pengelolaan ekonomi nasional relatif tidak mengalami perubahan berarti dibanding capaian tahun-tahun sebelumnya yang rerata antara 4-5% saja, tidak pernah mencapai 6% sekalipun! Apalagi kekhawatiran yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani akan adanya pengaruh krisis atau resesi di Eropa dan USA pada perekonomian Indonesia tidak terbukti sama sekali. Artinya, kompetensi Sri Mulyani dalam hal ini patut dipertanyakan sebagai Menteri Keuangan terbaik dunia dalam melakukan analisis dan kajian komprehensif dengan data dari sumber utama dibawah kewenangannya!?

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Lebih aneh lagi, dibidang investasi pun tidak ada memberikan pengaruh apapun dalam memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi tahunan atau tak ada daya ungkit (leverage) yang berarti sedikitpun. Lalu, bagaimana sebenarnya tugas pokok dan fungsi Kementerian Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia selama ini, apakah hanya sibuk ke sana kemari plesiran!? Sebab, sumber pertumbuhan ekonomi yang terbesar justru berasal dari industri pengolahan, yaitu sebesar 1,01 persen. Harapan Presiden Joko Widodo untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi menjadi sia-sia, dan mudah-mudahan tidak sirna oleh buruknya kinerja Bahlil Lahadalia.

Faktor lain yang mempengaruhi kinerja ekonomi makro, adalah pada komponen pengeluaran, sumber pertumbuhan ekonomi terbesar masih berasal dari konsumsi rumah tangga, yang berhasil tumbuh sebesar 4,93 persen dengan kontribusi terhadap perekonomian nasional sebesar 51,87 persen. Bahkan, sektor transportasi dan pergudangan mencatatkan pertumbuhan yang tertinggi diantara semua sektor, yaitu sebesar 19,87 persen pada tahun 2022. Dibandingkan dengan capaian sektoral tahun 2021 yang hanya tumbuh sebesar 3,24 persen saja, artinya ada kenaikan kontribusi signifikan sebesar 16,63 persen. Hal ini membuktikan, bahwa kinerja perekonomian dari sektor industri pertanian belum memberikan kontribusi yang signifikan, meskipun pemerintah mengklaim terjadi kenaikan nilai tukar petani.

Yang terjadi, justru pertumbuhan ekonomi 2022 malah lebih didorong oleh meningkatnya harga komoditas pertambangan melalui peningkatan ekspor yang tumbuh sebesar 16,28 persen. Peningkatan harga komoditas ini jelas berpengaruh bagi penerimaan negara yang harus tercermin setidaknya pada data Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai dibawah koordinasi Menteri Keuangan. Akan ganjil terasa apabila kenaikan harga komoditas pertambangan mineral dan batu bara tidak berdampak pada kenaikan penerimaan yang berasal dari pajak dan bukan pajak.

Pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara juga akan terpuruk kalau Kementerian Kesehatan berencana ingin menerapkan kembali kebijakan wajib vaksinasi. Sama tidak logisnya sedikitpun atas kasus kenaikan harga komoditas pertambangan, apabila dikaitkan dengan kondisi kinerja perekonomian nasional berdasar data terkini tersebut! Sebab, kebijakan vaksinasi dan atau penerapan pembatasan kegiatan masyarakat ini secara langsung akan kembali menekan kontribusi sektor transportasi dan logistik serta pergudangan. Tidakkah ini sebuah kebijakan yang kontradiktif dengan keinginan Presiden dalam rangka mencapai sasaran (target) pertumbuhan ekonomi nasional terbaik, yaitu diatas 6 persen!? Apakah kejanggalan kebijakan ini akan diteruskan!?

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *