Jalan Tengah (23)

Jalan Tengah
Hamdan Juhannis
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Hamdan Juhannis

Hajinews.id – “The Righteous Mind,” sebuah buku best seller karya Prof. Jonathan Haidt yang sudah berkali-kali cetak. Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Saya sendiri belum memegang versi aslinya. Sampul dan  halaman-halaman pentingnya beserta lembaran kesimpulannya dikirimkan di group WA oleh Dr. Laode M.Syarif (Direktur Eksekutif Kemitraan, juga pernah  menjadi Wakil Ketua KPK).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Agak berat membaca poin-poin kesimpulannya, banyak kosa-katanya yang pelik, diperparah oleh pemahaman saya yang berkapasitas komputer pentium dua. Buku ini ditulis oleh Sosiolog berbasis kajian psiko- sosial. Mungkin lebih cepat dipahami mereka yang berlatar belakang Psikologi dibanding Sosiologi.

Yang menarik dari buku ini adalah pertanyaan reflektif yang tertera pada sampulnya: “Why Good People are Divided by Politics and Relegion” (Mengapa orang baik terpecah karena Politik dan Agama).

Saya menangkap beberapa kritik yang menarik dari buku ini yang relevan dengan situasi kekinian manusia. Pertama, manusia dipisahkan oleh kebenaran ganda dalam hidup mereka. Mereka memegang kebenaran mereka masing-masing yang sudah terbentuk dari dulu. Buku ini secara apik menyajikan apa yang menjadi kebenaran sebuah masyarakat tapi menjadi salah pada masyarakat yang lain.

Contoh ilustrasinya, seseorang mempunyai anak laki-laki dan perempuan. Dia memiliki beberapa warisan. Saat dia meninggal, anak laki-lakinya mewarisi banyak, anak perempuannya mewarisi sedikit. Pada masyarakat India perilaku anak laki-lakinya dianggap benar, sementara pada masyarakat Amerika, itu adalah tindakan yang salah.

Contoh lainnya, seorang anak yang sudah berumur 25 tahun memanggil ayahnya dengan nama pertamanya. Prilaku pada masyarakat Amerika diterima, tapi pada masyarakat India sesuatu yang salah. Perbedaan dalam mempersepsi kebenaran ini mungkin semakin menarik kalau mencoba menarik garis perbedaan persepsi kebenaran masyarakat kita yang dilandasi ajaran agama dibanding dengan persepsi lakon masyarakat luar yang berwatak sekuler.

Yang kedua, buku ini menunjuk bahwa faktor yang membawa perbedaan tidak terlepas dari kecenderungan kehidupan manusia yang suka berkelompok , gambarannya adalah 90 persen seperti simpanse dan 10 persen seperti lebah. Kelompok itu terbiasa membawa doktrin kebenaran sendiri yang disebutnya sebagai fondasi moral untuk mempertahankan keutuhan kelompok itu. Dari mana  doktrin itu dibawa? Didapatkannya secara alami seiring dengan pertumbuhan individualnya.

Fondasi moral itu awalnya berupa emosi dan intuisi. Intuisi itulah yang menjadi dasar kebenaran kelompok. Nalar itu hanya untuk melegitimasi kebenaran intuitif kelompok tersebut. Penalaran itu hanya untuk membumbuhi kebenaran intuitif yang sudah dipegag oleh kelompok itu sebelumnya. Argumentasi rasional kelompok hanya sebagai strategi untuk memperkuat fondasi moral yang sudah dipegangnya. Bukan mencari dalil menuju kebenaran, tetapi dalil itu yang menuesuaikan pada kebenaran yang dipegang. Disinilah inti yang menjadi sorotan mengapa orang-orang baik itu terbawa bahkan “terbutakan” oleh kelompoknya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *