Rezimisasi Agama & Langkah Latah Pemerintah

Rezimisasi Agama
Kadarisman, Presidium Majelis Daerah KAHMI Tabalong
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Kadarisman, Presidium Majelis Daerah KAHMI Tabalong

Hajinews.id – Peribadatan dalam agama merupakan wilayah otonom dan bersifat asasi bagi penganut agama itu sendiri. Otonomi agama dalam peribadatannya diakui dan tidak dicampuri negara.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Itu sebab negara kemudian memberikan jaminan bahwa kebebasan menjalankan peribadatan dan beragama termaktub dalam konstitusi dasar negara Republik Indonesia.

Landasan kuat itu mesti dipahami dan dimengerti oleh penyelenggara pemerintahan. Pemerintah merupakan perpanjangan amanat negara yang lahir atas dasar kehendak rakyat.

Pemerintah jangan tergelincir menggunakan kekuasaan yang rakyat titipkan untuk memasuki wilayah private peribadatan yang sakral atas nama regulator.

Hal itu yang terjadi Pekalongan. Walikota Pekalongan Achmad Afzan Arslan Djunaid sempat menolak memberikan izin penggunaan Lapangan Mataram untuk kegiatan salat Idul Fitri sebagian umat Islam yang merayakannya pada 21 April 2023.

Alasan penolakan walikota karena pemerintah pusat belum menetapkan 1 Syawal 1444 H. Menurutnya Pemkot Pekalongan merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat. Menggelar salat Ied harus sama dengan keputusan pemerintah, sehingga Lapangan Mataram yang berada dalam pengelolaan pemerintah tidak diperkenankan digunakan umat muslim yang merayakan salat Ied pada 21 April 2023.

Interpretasi yang dangkal tersebut dalam menjalankan pemerintahan di daerah menunjukkan gagal pikir dan kegagalan dalam memahami konsep bernegara oleh seorang kepala daerah.

Kepala daerah harus mampu memahami dirinya sebagai penyelenggara dari konstitusi, bukan sebagai suporter salah satu kelompok di dalam agama.

Pemerintah harus berdiri di tengah-tengah dan tidak memihak salah satu dari keyakinan ritual peribadatan umat dalam menjalankan agamanya, lalu menjadi pemerintah yang suka mempersekusi rakyatnya sendiri.

Sebagai pemegang pemerintahan, kepala daerah mesti memposisikan dirinya sebagai pemberi layanan kepada para pihak di dalam menjalankan peribadatan yang diyakininya. Bukan sebaliknya menjadi pemain dari salah satu pihak.

Walikota Pekalongan, telah gagal memahami konsep penyelenggaraan pemerintahan bagi masyarakatnya.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *