Hadiri Pembukaan AICIS 2023, Menag: Rekontekstualisasi Fikih dan Hukum Islam Bisa Cegah Konflik

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id -Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan rekontekstualisasi hukum di berbagai agama, termasuk fikih, mutlak dilakukan sebagai salah satu untuk mencegah konflik. Apalagi tidak jarang konflik mengatasnamakan agama di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Menag Yaqut mengatakan konflik semacam itu bisa dicegah jika masyarakat memiliki pandangan keagamaan inklusif. Rekontekstualisasi hukum di berbagai agama, termasuk fikih, menjadi sebuah keharusan. “Setiap ahli agama semestinya kembali mendalami ajarannya masing-masing dan jika menemukan unsur-unsur yang dapat membahayakan koeksistensi (hidup berdampingan) dan perdamaian di tengah masyarakat harus berani mempertimbangkan tafsir baru yang memungkinkan kita semua hidup berdampingan secara damai,” kata Menaq saat pembukaan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2023 di Sport Center UIN Sunan Ampel, Surabaya, Selasa (2/5/2023).

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Menurut Menag, saat ini dunia berada di ambang kekacauan. Hal ini antara lain ditandai maraknya perang, resesi global, kelangkaan energi dan pangan, serta pertentangan antaragama dan keyakinan di berbagai negara. Sebagai manusia yang dianugerahi akal, seseorang tidak boleh hanya diam, tetapi harus memilih di bagian mana bisa berkontribusi untuk peradaban.

“Mari kita kembali melihat agama sebagai sumber ajaran mulia yang memerintahkan kita untuk mengembangkan kebajikan (akhlaqul karimah) dan untuk menjadi berkah bagi semua ciptaan, atau Rahmatan Li al-‘Alamin,” ujarnya.

Dalam konteks Islam, Menag berharap AICIS ke-22 ini membahas Fikih hubungan muslim dengan non-muslim. Gus Men, panggilan akrab Menag, menilai tema ini sangat penting dan menarik. Sebab, relevan dengan apa yang sedang dihadapi saat ini.

“Saya berharap diskusi dalam forum AICIS ini dilakukan secara serius, utamanya Fikih terkait hubungan antara muslim dan non-muslim. Fikih tentang status kafir dan non-kafir. Sambil terus menggali dan memecah kebekuan fikih vis a vis realitas sosial untuk dibahas pada forum-forum selanjutnya,” sambung Menag.

Dia mengatakan soal akidah, hukum dan tata cara salat, puasa ramadan, zakat dan haji bersifat tetap. Namun soal harta yang wajib dizakati, atau mahram dalam haji, mungkin saja berubah. “Ini menunjukkan bahwa fikih sebagai produk ijtihad ulama, bersifat dinamis, tidak statis,” kata dia.

“Tantangannya adalah soal keberanian untuk membongkarnya. Beranikah para kiai pesantren dan dunia kampus mengubah pandangannya bahwa fikih bukanlah teks suci dan sakral, sebagaimana Al-Qur’an dan hadist. Lebih-lebih, kebanyakan fikih lahir pada masa abad pertengahan, belum tentu relevan dalam konteks sekarang,” tandas Menag.

Untuk itu, forum AICIS, yang mengundang para intelektual dari berbagai belahan dunia ini diharapkan menjadi media yang tepat untuk mendiskusikan sekaligus mencari solusi atas berbagai persoalan dunia saat ini.

Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Ali Ramdhani mengatakan, AICIS 2023 mengangkat tema “Recontextualizing Fiqh for Equal Humanity and Sustainable Peace”. Dia mendorong forum AICIS memberikan rekomendasi nyata dan empirik terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat demi terwujudnya perdamaian yang berkelanjutan.

Forum AICIS ke-22 ini menampilkan 180 paper pilihan yang terbagi menjadi 48 kelas paralel. Selain diikuti para ahli fikih dari kalangan pesantren, forum ini juga menghadirkan cendekiawan muslim internasional. AICIS ke-22 ini berlangsung di Surabaya, 2-5 Mei 2023.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *