Kultum 93: Sikap Toleransi Pada Non-Muslim

Sikap Toleransi Pada Non-Muslim
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.id – Alkisah, suatu hari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam didatangi beberapa orang yang terpandang dari kalangan kafir Quraisy. Mereka itu adalah Umayyah bin Khalaf, Al Walid bin Mughirah, Al ‘Ash bin Wail, dan Al-Aswad Ibnul Muthollib. Keempat pria Quraisy itu mencoba menawarkan sebuah kesepakatan bertoleransi kepada Rasulullah.

Dlam tawarannya, mereka mengatakan, “Wahai Muhammad, bagaimana jika kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian muslimin juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita saling bertoleransi dalam segala permasalahan agama. Apabila ada sebagian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, maka kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya”.

Menghadapi tawaran yang seperti ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam langsung mendapat wahyu dari Allah Subahanhu wata’ala. Allah berfirman, قُلْ يٰٓاَيُّهَا الْكٰفِرُوْنَۙ  Katakanlah (Muhammad) Wahai orang-orang kafir!  لَآ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَۙ  aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۚ  dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, وَلَآ اَنَا۠ عَابِدٌ مَّا عَبَدْتُّمْۙ  dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, وَلَآ اَنْتُمْ عٰبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُۗ  dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah, لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ ࣖ  untukmu agamamu, dan untukku agamaku (QS. Al-Kafirun, ayat 1 – 6).

Dalam riwayat ini, dijelaskan bahwa ini adalah awal munculnya ide toleransi yang kelewatan dari orang kafir yang segera ditolak oleh Rasulullah. Islam adalah agama yang sangat menjunjung toleransi, namun dengan catatan harus terlepas dari pokok-pokok agama. Yang demikian itu karena dalam pandangan Islam, tidak ada agama yang benar selain Islam. Inilah hal sangat fundamental yang menjadi landasan untuk bersikap.

Di samping itu, Islam sudah merupakan agama yang sempurna sebagaimana firman Allah,

اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ

نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ

Artinya:

Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu (QS. Al-Maidah, ayat 3).

Mungkin kita lantas bertanya, bagaimana kita bertoleransi dengan tepat benar kepada kaum kafir atau non-muslim?

Dalam bertoleransi, Rasulullah telah mengajarkan kepada kita serta memberikan suri tauladan dalam hal ini. Beliau menyikapi berbeda kepada masing-masing jenis kafir. Para ulama mengelompokkan mereka ke dalam 4 jenis kafir yang dibedakan atas dasar sikap mereka terhadap kaum muslimin. Mereka itu adalah (1) Kafir Dzimmi, yaitu orang-orang non-muslim yang tinggal di negeri muslim namun dijamin keamanannya selama ia mentaati peraturan pemerintah muslim. (2) Kafir Mu’ahad, yaitu para non-muslim yang menjalin kesepakatan dengan muslimin dalam kurun waktu tertentu. (3) Kafir Musta’man, yaitu orang-orang kafir yang dijamin keamanannya oleh kaum muslimin. (4) Kafir Harbi, yaitu yang justru diperangi sesuai dengan ketentuan syar’i dikarenakan mereka merupakan golongan musyrikin yang memerangi muslimin.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *