Mengapa Harus Perubahan?

Mengapa Harus Perubahan?
Kolase Foto Jokowi, Anies dan Ganjar
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Radhar Tribaskoro

Hajinews.id – Peta pilpres 2024 sudah semakin mengerucut, alternatif menguncup. Pilpres akan menampilkan 3 capres: Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan. Ketiga capres itu didukung oleh 5 partai, sementara 4 partai tersisa merasa cukup memperebutkan kursi cawapres. Tiga kursi cawapres nampaknya bakal diisi oleh tokoh Nahdlatul Ulama, TNI dan Golkar. Sayangnya, siapa bacawapres itu tidak menjadi topik artikel ini.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Artikel ini memusatkan perhatian kepada pertarungan gagasan. Adakah perbedaan signifikan diantara isu-isu politik ekonomi yang ditawarkan oleh masing-masing kandidat? Saya menengarai terdapat perbedaan besar antara kandidat Ganjar dan Anies, sementara Prabowo nampaknya sedang mencari jalan tengah. Artikel ini akan berfokus kepada perbedaan Ganjar vs Anies saja.

Perbedaan isu kampanye Ganjar vs Anies sangat penting kita elaborasi karena keduanya dilatarbelakangi tata-nilai dan ideologi yang berbeda, dan dengan sendirinya menawarkan masa depan yang juga sangat berbeda. Perbedaan keduanya, dikatakan oleh Benny K. Harman, sebagai perbedaan diantara kubu Pro-perubahan dengan kubu Pro-status-quo. Seirama dengan itu Jansen Sitindaon, teman separtai Benny, mengungkapkan hadirnya persaingan diantara Blok Perubahan dengan Blok Lanjutkan. Persoalannya apa yang ingin dipertahankan atau dilanjutkan? Apa pula yang perlu diubah?

Objek dari perubahan dan pelanjutan tentulah kebijakan pemerintah rejim Jokowi di segala bidang. Di bawah ini akan diuraikan apa kebijakan dimaksud. Dan kemudian akan dideskripsikan pula apa arti “pro-status-quo” dan “pro-perubahan“.

Ekonomi Politik Jokowi

Kebijakan yang ditawarkan Jokowi kepada rakyat tidak ada hubungannya dengan janji-janji kampanye. Semua janji-janji itu hanya omong kosong saja, ia sepenuhnya mengerjakan hal yang lain, hal yang ia persiapkan secara diam-diam. Apakah Jokowi telah menipu rakyat? Nampaknya begitu. Janji kampanye bukanlah hal yang mengikat bagi Jokowi. Hal itu terbukti ketika ia berkampanye pada Pilgub DKI 2012. Ia menyalakan antusiasme rakyat yang ingin Indonesia memiliki industri mobilnya sendiri. Tetapi mobil Esemka yang kata Jokowi 100% mobil Indonesia dan telah dipesan 6.000 unit ternyata zonk. Industri mobil Esemka itu tidak pernah ada, hanya komoditas palsu untuk mendapatkan suara rakyat saja.

Demikian pun janji-janjinya pada pilpres. Sejak 2014 sampai dengan sekarang tidak ada revolusi mental atau pembangunan manusia, dua tema pokok yang ditawarkan Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019. Secara diam-diam Jokowi mengerjakan hal yang lain. Apakah itu? Saya tidak bermaksud menunjuk projek IKN atau ibukota negara baru. Walaupun projek itu juga tidak pernah disampaikan dalam kampanye 2019.

Kebijakan ekonomi politik Jokowi, yang ia kerjakan sejak ia berkuasa di 2014, adalah sesungguhnya barang dagangan Jokowi. Kebijakan itu dibuat dengan cara melampaui hukum dan mengabaikan berbagai kepentingan sehingga menimbulkan resiko politik yang tinggi. Namun rejim merasa punya kendali yang kokoh atas kabinet dan DPR sehingga mereka yakin mampu mengatasi resiko itu. Namun mereka pun tahu kekerasan politik tidak bisa dijalankan dalam jangka panjang. Bukan hanya karena akumulasi ketidak-puasan yang semakin sulit terbendung, lebih dari itu adalah ancaman kebangkrutan keuangan negara yang terkuras akibat jor-joran pembangunan infrastruktur

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *