Mencermati Gelagat Konglomerat dan Oligarki

Gelagat Konglomerat dan Oligarki
Amir Muhiddin, Dosen FISIP Unismuh Makassar, Alumni Kelompok Studi Indonesia Raya (Kosindra) Unhas
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Amir Muhiddin, Dosen FISIP Unismuh Makassar, Alumni Kelompok Studi Indonesia Raya (Kosindra) Unhas

Hajinews.idOligarki bukan hal baru di Indonesia, malah sudah tumbuh dan berkembang di masa orde baru, terutama ketika Presiden Soeharto mulai menata kehidupan politik dan ekonomi yang dimasa orde lama kurang mendapat perhatian karena orientasinya terlalu ke politik.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Oligarki , meskipun beda-beda tipis dengan konglomerat, tetapi ujung-ujungnya sama saja, menguasai ekonomi dan politik untuk mengembangkan usahanya.

Di tengah hiruk pikuk pencalonan Presiden dan wakil presiden untuk pemilu Serentak 2024 gelagak para oligarki ini pun kian menunjukkan fenomena menarik, terutama upaya untuk memilih kira-kira siapa yang bakal bisa mengamankan dan mengembangkan bisnis mereka.

Orde Baru dan Konglomerat

Orde Baru membangun dengan konsep Trilogi Pembangunan, terdiri dari 1) Stablitas nasional yang dinamis, 2) pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan 3) Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.

Konsep trilogi ini dilaksanakan oleh pemerintah orde baru dalam rangka mewujudkan salah satu tujuan negara yaitu menciptakan masyarakat adil dan makmur.

Oleh sebab itu orde baru mulai membangun dengan menciptakan stabilitas terlebih dahulu sebagai prasarat terciptanya pembangunan ekonomi, sebab tidak mungkin perekonomian berjalan dengan baik jika negara tidak aman dan masyarakat selalu mengalami konflik.

Selanjutnya hal yang sama, bahwa mustahil diperoleh keadilan dan kemakmuran dalam konteks pemerataan jika tidak ada sumber daya ekonomi yang bisa dibagi. diistilahkan oleh orde baru ketika itu sebagai “kue pembangunan”. Kalau kuenya sudah besar, maka rakyat kebanyakan pun bisa menikmatinya.
.
Dalam bidang politik, Pak Harto berupaya agar partai politik tidak terlalu banyak, cukup tiga saja, maka lahirlah Golkar, PPP, dan PDIP.

Dalam bidang pers, pemerintah berupaya mengendalikan pers sehingga tidak dengan leluasa memberitakan hal-hal yang bisa menimbulkan ketidak stabilan politik.

Di Perguruan Tinggi, terutama bidang kemahasiswaaan, Pak Harto menghapus Dewan Mahasiswa (DEMA) dan menggantikanya dengan Kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) /Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK).

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *