Pemerintah Gulirkan P3K, Muhammadiyah: Kehilangan Guru-guru Terbaik

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id – Muhammadiyah memprotes Program Perjanjian Kerja (P3K) yang digulirkan pemerintah. Program perekrutan guru-guru swasta menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) tersebut dinilai merugikan organisasi masyarakat (ormas) tersebut.

Program yang bergulir berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen P3K membuat Muhammadiyah kehilangan guru-guru terbaiknya. Termasuk guru-guru di sekolah-sekolah kecil dan kekurangan tenaga pendidik.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Di DIY misalnya, berdasarkan data Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY, ada lebih dari 200 guru di sekolah-sekolah Muhammadiyah yang direkrut pemerintah menjadi P3K. Mereka yang selama ini mengajar di berbagai sekolah Muhammadiyah akhirnya memilih jadi ASN.

“Ada program P3K yang bagi swasta ada masalah. Bukan kita tidak siap tapi kan kita punya pandangan pendidikan kan tidak mengenal fragmentasi,” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir di UAD, Yogyakarta, Minggu (14/05/2023).

Padahal selama ini Muhammadiyah ikut berperan penting di sektor pendidikan. Bahkan sebelum Indonesia merdeka, Muhammadiyah dalam gerakannya sudah berkiprah mendidik Sumber Daya Manusia (SDM) bagi bangsa ini melalui guru mereka.

Menurut Haedar, dengan banyaknya guru yang pergi untuk menjadi ASN, Muhammadiyah harus kerja keras menghasilkan SDM-SDM guru di sekolah-sekolah yang kekurangan guru. Salah satunya melalui program sinergi antara lembaga pendidikan. Sekolah Muhammadiyah yang sudah maju dalam sektor pendidikan diminta membantu sekolah-sekolah lain yang masih menengah dan di bawah kualitasnya.

“Insya allah Muhammadiyah bisa ke situ karena kuncinya kemajuan pendidikan di guru dan riset,” tandasnya.

Regulasi yang integratif dan holistik
Haedar berharap, pemerintah bisa mengubah regulasi, terutama dalam mencari SDM tenaga pendidik. Ke depan regulasi pemerintah mestinya bisa integratif dan holistik alih-alih membelah antara sekolah negeri dan swasta karena hal itu justru akan merugikan Indonesia kedepannya.

Desain kebijakan negara di bidang pendidikan pun mestinya tidak linier. Hanya demi mendapatkan guru-guru bagi sekolah negeri, pemerintah membuka program P3K yang akhirnya justru merugikan sekolah-sekolah swasta.

“Desain kebijakan negara di bidang pendidikan mestinya tidak linier, tidak bersikap fragmentasi memisah-misahkan atau terutama membelah antara negeri dan swasta,” tandasnya.

Kalau yang persoalannya masalah anggaran pendidikan, pemerintah seharusnya bisa mengatur kebijakan sedemikian rupa. Mereka tidak tidak perlu takut untuk membantu sekolah swasta lalu anggaran negara kemudian hilang. Toh anggaran pendidikan yang digulirkan untuk mencerdaskan dan membangun bangsa.

“Lebih-lebih di saat kita banyak kebobolan karena korupsi, inefisiensi, hal ini tidak jadi alasan. Dalam konstruksi negara demokrasi, pajak itu kan dari warga negara, dan Muhammadiyah merupakan penyumbang pajak. Jadi kalau negara ikut [memakai] APBN untuk swasta dengan porsi yang sedemikian rupa, itu kan secara demokratif sebagai usaha mengembalikan anggaran untuk rakyat,” paparnya.

Sekitar 200 guru Muhammadiyah ikut P3K
Secara terpisah Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta periode 2015-2022, Akhid Widi Rahmanto dalam Musyawarah Daerah (musda) PDM Kota Yogyakarta di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta membenarkan adanya 200 lebih guru Muhammadiyah yang ditarik pemerintah menjadi ASN. Sebenarnya mereka tidak mempermasalahkan tapi mestinya guru-guru tersebut dikembalikan ke sekolah-sekolah Muhammadiyah untuk mengajar.

“Sekolah yang masih kecil itu ya nangis ketika guru terbaiknya ke negeri. Ini mestinya pemerintah ya tahu dirilah,” ungkapnya

Akibat kebijakan itu, akhirnya harus mendidik guru dari nol lagi. Padahal mereka yang jadi ASN sudah mengabdi lebih dari empat tahun.

“Nah kita dari nol lagi, ya ndak papa lah, Muhammadiyah biasa dibully kayak gitu,” jelasnya.

Ketua PDM Kota Yogyakarta periode 2022-2027, Aries Madani, mengatakan di Kota Yogyakarta ada sekitar 10 guru di sekolah-sekolah Muhammadiyah yang menjadi ASN dalam program P3K. Meski jumlahnya tak banyak dibandingkan total sekitar 2.500 guru karyawan di Kota Yogyakarta, kebijakan tersebut tetap saja membuat sekolah kehilangan guru-gurunya.

“Meski tidak mengganggu jalannya pembelajaran di sekolah kita. Karena itu pilihan mereka, ya monggo (silahkan-red) kalau mau mendaftar P3K, tapi dengan catatan kalau sudah mengundurkan diri dan tidak diterima, ya tidak bisa masuk lagi ke sekolah yang lama tapi ikut seleksi lagi dari awal,” jelasnya.

Untuk mengatasi kejadian serupa, maka PDM melakukan MoU dengan Badan Kerjasama Sekolah (BKS) Sekolah Muhammadiyah. Guru-guru yang mengajar di Sekolah Muhammadiyah minimal harus mengajar lima tahun untuk bisa keluar mengikuti P3K.

“Jangan sampai kita bina jadi guru yang hebat, tahu-tahu kemudian [pergi] dan kita kehilangan guru-guru yang baik,” imbuhnya.

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *