Memahami Pertikaian Jokowi – Surya Paloh

Pertikaian Jokowi - Surya Paloh
Presiden Joko Widodo didampingi Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh, di depan peserta pendidikan Akademi Bela Negara (ABN) Partai NasDem di Jakarta
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: Smith Alhadar – Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)

Hajinews.id – KORUPTOR memang harus dihukum. Hatta besok langit akan runtuh. Koruptor adalah musuh semua: Tuhan, rakyat, bangsa, dan negara.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Kemarin, 17 Mei, Kejaksaan Agung menahan Menkominfo Johnny G Plate dari Nasdem terkait kasus korupsi proyek BTS Kominfo yang merugikan negara hingga Rp 8 triliun. Sementara, pada 2022, Johnny tercatat memiliki kekayaan Rp 192 miliar.

Lepas dari apakah Johnny korupsi atau tidak, kasusnya tak bisa dilepaskan dari isu pilpres. Jokowi kecewa berat atas sikap Ketum Nasdem Surya Paloh mengusung Anies Baswedan sebagai bakal capres partainya.

Dukungan Nasdem, yang diikuti PKS dan Demokrat, memungkinkan Anies menjadi salah satu bacapres yang akan bersaing di pilpres 2024. Ternyata, hal yang terlihat normal ini, dipandang Jokowi sebagai pembangkangan Paloh terhadap otoritasnya. Otoritas apa? Jokowi menganggap pilpres sebagai mainan di bawah wewenangnya.

Memang sebagi partai pendukung pemerintah, Nasdem diberi 3 kursi menteri. Tapi melalui media miliknya — koran Media Indonesia dan Metro Tv — kontribusi Paloh bagi kemenangan Jokowi dalam dua pilpres terakhir sangat besar.

Kendati mandatnya sebagai presiden akan tuntas tahun depan karena itu Nasdem berikhtiar mencari calon pengganti Jokowi yang dipandang sesuai kebutuhan bangsa saat ini — Jokowi tak bisa menerimanya.

Di mata Jokowi, Anies adalah antitesa nya. Karena itu diduga ia tak bakal melanjutkan legacy dan program pembangunan Jokowi. Salahnya di mana? Di mana-mana di negara demokrasi, pilpres bertujuan menghadirkan pemimpin baru.

Tentunya dengan gagasan-gagasan baru juga. Pilpres berangkat dari kesadaran bahwa tatanan sosial, aspirasi rakyat, dan tantangan internal serta eksternal negara senantiasa berubah, sehingga diperlukan pemimpin baru yang sesuai dengan setting sosial dan politik baru.

Selain untuk memungkinkan terjadi sirkulasi pemimpin secara teratur, pilpres juga membuka peluang bagi terjadinya koreksi terhadap kebijakan pemerintahan sebelumnya. Maka, menjadi aneh manakala Jokowi menentang premis ini.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *