Belajar Kepemimpinan dari Buya Hamka dan Kiai Sjaichu

Kepemimpinan Buya Hamka dan Kiai Sjaichu
Buya Hamka dan Kiai Sjaichu
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Pemimpin memang bisa dinilai dari bobot kemampuan (skill) dan intelektual, namun bagi Kiai Sjaichu tak cukup dari itu saja. Masih diperlukan konsisten dan konsekuen dalam pendirian dan sikap. Di samping itu, ia harus memiliki sikap keberanian mengatakan kebenaran apa pun risikonya. Yang hitam adalah hitam, dan putih tetaplah putih. Karena tidak sedikit pemimpin yang sikapnya labil dan tidak punya pendirian. Yang terjadi, pendiriannya selalu condong ke mana arah mata angin berembus. Karakter pemimpin seperti ini, menurut Kiai Sjaichu, akan lebih suka membawa pesan dari atas daripada menyuarakan aspirasi umat atau rakyat yang dipimpinnya.

Kiai Sjaichu menyatakan terus terang bahwa Buya Hamka termasuk seorang pemimpin. Buya Hamka memiliki akar yang kuat sebagai ulama, jurnalis, dan sastrawan. Kesaksian Kiai Sjaichu ini dituliskannya dalam testimoni buku bunga rampai Hamka di Mata Hati Umat (1996). Kiai Sjaichu wafat di usia 74 pada 1995. Baik Buya Hamka maupun Kiai Sjaichu hingga kini namanya terus dikenang. Buya Hamka meninggalkan banyak karya tulis. Sementara Kiai Sjaichu, pada 1988 mendirikan Pesantren Al-Hamidiyah, di Depok, Jawa Barat. Dari lembaga pendidikan inilah, Kiai Sjaichu mengkader para ulama, dai, dan pemimpin untuk Indonesia di masa depan.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Wallahu A’lamu Bishshawab

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *