Duh! Asia Jadi Korban Krisis AS, Mata Uang RI Hingga China Ambruk

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Mayoritas mata uang Asia tersungkur pada pekan ini, termasuk rupiah. Pada perdagangan Jumat (26/52023), rupiah ditutup di posisi Rp 14.950/US$ di pasar spot. Mata uang Garuda melemah 0,03%.

Posisi penutupan kemarin adalah yang terlemah sejak 3 April 2023 atau 1,5 bulan terakhir. Pelemahan tersebut memperpanjang tren negatif rupiah menjadi tiga hari.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Dalam lima hari perdagangan pekan ini, rupiah juga hanya dua kali menguat yakni pada Senin dan Selasa.

Secara keseluruhan, rupiah melemah 0,2% dalam sepekan secara point to point. Artinya, rupiah sudah tersungkur dalam empat pekan terakhir.

Ambruknya nilai tukar rupiah terutama disebabkan oleh sentimen negatif dari berlarut-larutnya krisis plafon utang atau debt ceiling di Amerika Serikat (AS).

Kepala Ekonom BCA David Sumual menjelaskan, pelemahan rupiah disebabkan adanya faktor eksternal yakni terkait debt ceiling di AS. Risiko besar menghantui jika batas utang tersebut tidak dinaikkan sebelum 1 Juni, sehingga membuat pelaku pasar was-was.

“Awal Juni 2023 sudah habis budget-nya AS. Kekhawatiran itu juga ada di rapat notulen FOMC sebelumnya tanggal 4 Mei 2023. Itu masih perdebatan di The Fed, karena beberapa memandang perlu menaikkan suku bunga,” jelas David kepada CNBC Indonesia, Jumat (26/5/2023).

Apabila persoalan debt ceiling di AS tak kunjung selesai dan tidak ada intervensi dari Bank Indonesia (BI), David memproyeksikan rupiah bisa menyentuh ke level Rp 15.100/US$.

“Support-nya kan sekarang di Rp 14.880/US$. Presistennya bisa ke arah Rp 15.100/US$. Kita lihat saja nanti bisa berapa lama penyelesaian debt ceiling ini,” kata David.

Di samping itu, ekspektasi kenaikan suku bunga pada Juni juga ikut membuat rupiah tertekan.

Pasar kini bertaruh 50-50% jika The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada awal Juni. Pemangkasan kebijakan kemungkinan baru akan terjadi pada September 2023. Padahal, sebelumnya pasar sangat yakini The Fed akan mulai pivot kebijakan pada Juni mendatang.

Harapan tersebut semakin mengecil setelah data belanja warga AS keluar pada Jumat kemarin.

Indeks Pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) warga AS naik 4,4% (year on year/yoy) pada April 2023, melonjak dari 4,2% (yoy) pada Maret. Data ini mencerminkan jika inflasi masih akan sulit turun tajam ke depan seperti harapan The Fed.

Ekspektasi kenaikan meningkat setelah risalah Federal Open Market Committee (FOMC) keluar pada pertengahan pekan lalu.

 

Risalah belum menunjukkan sinyal adanya pivot kebijakan. Sebagian pejabat bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) bahkan masih menginginkan kenaikan suku bunga.

Artinya, harapan pelaku pasar emas untuk melihat The Fed melunak pada Juni pun punah.

Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan sebesar 5,75% pada pekan ini. Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan kebijakan diambil salah satunya untuk menjaga stabilisasi rupiah.

Rupiah tidak melemah sendirian. Mayoritas mata uang Asia juga tumbang.

 

Pelemahan/Penguatan Mata Uang Asia(%)

Hanya won Korea dan rupee India yang menguat pada pekan ini.

Pelemahan terbesar terjadi pada yen Jepang yakni mencapai 1,89% disusul kemudian dengan ringgit Malaysia yakni 1,32%.

Mata uang bhat Thailand juga melemah tajam 1,24% sementara renminbi China melemah 0,81% dan dolar Singapura terkoreksi 0,55%.

Anjloknya ringgit Malaysia sudah membuat mereka khawatir. Pemerintah dan bank sentral Malaysia menggelar pertemuan khusus kemarin untuk membahas pelemahan ringgit.

“Kami harap ini adalah fenomena yang sementara karena persoalan ini bersumber dari Amerika Serikat,” tutur Wakil Menteri Keuangan Malaysia I Datuk Seri Ahmad Maslan, dikutip dari Malaymail.

Sumber

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *