Presiden Tidak Boleh ‘’Cawe-cawe”

Presiden Tidak Boleh ‘’Cawe-cawe”
Presiden Tidak Boleh ‘’Cawe-cawe”
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Betapa pun mulia kepentingan yang diwakili Presiden, ia tidak boleh cawe-cawe dalam Pemilu. Sesuai sumpahnya ia harus melindungi dan mengawal Pemilu luber dan jurdil sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Ia telah bersumpah untuk berlaku “seadil-adilnya”, istilah yang hanya bisa diartikan sebagai adil sejak dari jiwa, pikiran sampai ke perbuatan. Presiden yang melindungi konstitusi tidak boleh mendiskriminasi siapa pun, sekali pun itu musuh politiknya. Negara wajib melayani sesama warga negara, tanpa kecuali, dengan sama baik dan sama martabat.

Oleh :  Radhar Tribaskoro, Aktivis Dewan Mahasiswa 1980-an

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Hajinews.id – Dalam sebuah pertemuan dengan pemimpin redaksi sejumlah media massa dan content creator, 30 Mei 2023, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa ia akan tetap cawe-cawe (ikut campur) pada Pemilu 2024. Ia juga bilang bahwa hal itu ia lakukan secara positif tanpa melanggar hukum dan peraturan. Presiden mengaku bahwa cawe-cawe itu semata demi kepentingan bangsa dan negara.

Kepentingan itu adalah membawa Indonesia keluar dari middle income trap. Jokowi mengklaim bahwa ia telah meletakkan fondasi yang tepat untuk itu. Ia ingin presiden yang meneruskan dirinya melanjutkan kebijakannya itu. Sehingga, sesuai harapannya, Indonesia akan benar-benar keluar dari perangkap itu. Dalam waktu 13 tahun Indonesia akan meningkatkan pendapatan per kapita menjadi US$10.000.

Menjadi masalah kemudian adalah apa yang dimaksud Presiden dengan cawe-cawe, apakah hal itu menjadikan presiden tidak netral dan pada gilirannya menyebabkan pemilu tidak jurdil? Apa yang harus dilakukan seorang presiden di akhir masa jabatan kalau ia ingin mempertahankan legacy-nya?

Kekuasaan presiden

Netralitas presiden dan pemilu jurdil adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Keduanya tidak bisa dipisahkan sebab pemilu jurdil tidak mungkin terjadi tanpa kehadiran dan netralitas presiden. Keberadaan pemilu jurdil dinyatakan secara eksplisit di Pasal 22E UUD 1945, “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Adapun peran presiden dalam pemilu dinyatakan dalam Pasal 9 UUD 1945, yaitu dalam sumpahnya yang berbunyi, antara lain, “…menjalankan dengan…seadil-adilnya tugas-tugas… sebagai presiden…”

Presiden di Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kekuasaan yang sangat besar karena selain kepala negara, presiden adalah kepala pemerintahan. Oleh karena itu rentang kuasa presiden sangat luas, mencakup bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Singkatnya tidak ada kekuasaan di negeri ini yang tidak berada di bawah pengaruh presiden. Presiden bisa menggerakkan apa pun dan siapa pun karena TNI, Polri, BIN, dan birokrasi wajib patuh kepada dirinya.

Netralitas presiden

Dengan kekuasaan sebesar itu, apa yang dimaksud cawe-cawe tanpa menyebabkan hilangnya netralitas? Sebagai contoh, setelah Mahkamah Konstitusi menyetujui perpanjangan masa jabatan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun, apakah Presiden akan mengeluarkan Keppres untuk memperpanjang jabatan Firli dkk? Bila Presiden mengeluarkan Keppres itu, publik pasti heboh karena Presiden dianggap sudah tidak netral lagi.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *