Ngeri! Cawe-cawe Presiden Jokowi Berbahaya bagi Demokrasi

banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Hajinews.id — Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan dengan terbuka  akan mendukung salah satu calon presiden atau melakukan cawe-cawe dalam Pilpres 2024.

Hal itu dilakukan dengan alasan untuk melanjutkan pembangunan serta memanfaatkan bonus demografi menyongsong Indonesia Emas di 2045.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini menilai sikap Jokowi yang terbuka mengakui cawe-cawe karena didesak media. Awalnya Presiden secara tertutup meng-endorse capres yang didukungnya.

“Pak Jokowi itu awalnya tidak terus terang, tapi terdesak karena media, itu persepsinya negatif. Dan kita melakukan juga melakukan riset ada 16 ribu percakapan di media sosial itu mayoritas berpendapat negatif. Presiden itu diminta sebagai Kepala Negara itu netral,” ujarnya dalam acara Crosscheck Medcom.id dan Metro TV, Ahad (4/6).

Didik menilai cawe-cawe yang dilakukan Jokowi sangat berbahaya bagi demokrasi Indonesia. Sebagai Kepala Negara, Jokowi memiliki sumber daya yang luar biasa. Dan bila sumber daya tersebut dimanfaatkan untuk mendukung salah satu capres lantas kondisi Indonesia tidak bedanya dengan era Orde Baru.

Di satu sisi, Jokowi dan para pendukungnya mencoba untuk menjustifikasi bahwa tidak ada yang salah dengan cawe-cawe yang dilakukan Presiden. Hal yang sudah secara jelas salah tetapi masih mencoba membenarkannya.

“Beliau itu mempunyai sumber daya yang luar biasa yang kalau digunakan itu berbahaya yaitu birokrasi, intelijen dan sebagainya,” imbuh Didik.

Selain itu, Presiden Jokowi juga dinilai tidak etis lantaran masih memelihara relawan. Sementara dirinya tidak lagi bertarung dalam Pilpres 2024. Relawan disebut Didik sebagai hama demokrasi.

“Relawan bukan civil society, bukan juga birokrasi. Relawan yang dipelihara jokowi itu alang-alang, dia hama demokrasi yang ada di bawah karpet dipelihara dan ingin dijustifikasikan benar termasuk cawe-cawenya,” tegasnya.

 

Tak Bisa Sembarangan

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti menilai bahwa pemahaman terkait etik demokrasi di Indonesia masih rendah. Orang masih mencoba mencari celah di setiap regulasi yang sudah dibuat. Sehingga, cawe-cawe yang sebenarnya melanggar etik justru oleh pendukung Jokowi membenarkannya.

“Etik itu adalah segala sesuatu yang menjadi kepentingan publik. Etik bukan sesuatu yang abstrak,” kata dia.

Disampaikannya, UU Pemilu yang dimiliki Indonesia termasuk UU yang paling banyak memuat pasal-pasalnya. Kurang lebih hingga 900 pasal di dalamnya.

Hal itu, kata Ray menunjukkan bahwa pemahaman etik di Indonesia masih rendah. Semuanya harus diatur dalam regulasi, dan ketika tidak diatur akan diartikan sebagai hal yang dibolehkan.

Ray menyebut bahwa Presiden boleh terlibat dalam mendukung capres. Namun ada syarat-syarat yang diatur dalam regulasi.

“Ada waktunya presiden itu terlibat dan aktif dalam kampanye tapi itu ada syaratnya. Ada tiga syarat yaitu, memperhatikan keberlanjutan negara, gak boleh kampanye presiden dan wakil presiden dilakukan bersamaan dan tetap tidak boleh meninggalkan kapasitas negawannya,” terang Ray.

Sementara itu, Guru Besar Ketatanegaraan Denny Indrayana mengatakan Presiden Jokowi memang memiliki approval yang tinggi. Akan tetapi tidak semua bidang dalam masa kepemimpinan bisa dikatakan sukses.

Denny menyoroti bidang hukum yang menurutnya justru menurun di masa pimpinan Jokowi. “Di sisi hukum sebenarnya dia ratingnya di bawah 50% penegakkan hukum antikorupsi dan itu yang paling mengganggu saya sebenarnya sebagai orang yang konsen di bidang hukum,” kata Denny.

Lantas hal itu perlu dikritisi karena penegakkan hukum seperti kasus korupsi sangat menghambat pembangunan negara.

Sumber

 

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *