Putusan MK Soal Sistem Pemilu: Terbuka atau Tertutup?

MAHKAMAH konstitusi
Suasana halaman Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, 25 Juni 2019. TEMPO/Subekti
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Sebagaimana telah dikemukakan, Mahkamah memang telah memberikan sikap positif terhadap sistem proporsional terbuka.

Pertanyaannya, apakah dengan demikian, Mahkamah menolak sistem proporsional tertutup?

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Sejauh penelaahan penulis atas Putusan MK tersebut tidak ada penilaian Mahkamah yang menyatakan demikian.

Bahwa Mahkamah mengapresiasi secara positif adanya sistem proporsional terbuka memang benar. Namun tidak ada pernyataan yang menilai sistem proporsional tertutup sebagai sistem pemilu yang tidak baik.

Dari pernyataan tersirat Mahkamah, hemat penulis, Mahkamah membuka ruang diberlakukannya sistem proporsional terbuka maupun tertutup.

Ini terlihat dari penekanan Mahkamah bahwa dalam pemberlakuan sistem pemilu harus ada ruang yang sama atau berdampingan antara peran partai politik dan prinsip kedaulatan rakyat.

Mahkamah secara terang menyatakan:
“… Meskipun harus diakui perlunya dipelihara satu sistem rekrutmen pimpinan politik yang terutama diperankan oleh partai politik yang sehat, maka sebagai satu metode dan prosedur rekrutmen dalam sistem politik dan perwakilan yang dianut, harus diberi batas yang jelas bahwa partai politik tersebut tidak boleh sampai melanggar prinsip kedaulatan rakyat,… “ (Putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 bertanggal 23 Desember 2008 halaman 102).

Yang ditolak Mahkamah bukan sistem proporsional tertutup. Namun sistem pemilu yang terdapat standar ganda.

Di satu sisi, penentuan didasarkan pada perolehan suara masing-masing calon anggota legislatif. Di sisi lain, digunakan penentuan calon terpilih berdasarkan nomor urut oleh partai politik.

Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 214 UU No. 10 Tahun 2008 inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945 karena adanya standar ganda.

Standard ganda terdapat pada adanya pemberlakuan threshold 30 persen (tiga puluh per seratus) suara dari BPP sebagai syarat keterpilihan calon anggota legislatif.

Seorang calon anggota legislatif terpilih ditentukan jika melampaui perolehan suara 30 persen (tiga puluh per seratus) dari BPP.

Ketentuan ini menghendaki diberlakukannya penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak, tapi dipasang batas angka keterpilihan (threshold) di atas 30 persen (tiga puluh per seratus) dari BPP. Ini terdapat standar ganda.

Standar ganda berikutnya terdapat ketentuan yang mengatur keterpilihan calon anggota legislatif berdasarkan nomor urut yang telah ditentukan oleh partai politik, meskipun perolehan suara calon lebih banyak: pertama, jika tidak ada yang memperoleh 30 persen (tiga puluh per seratus) dari BPP, atau kedua, jika yang memperoleh 30 persen (tiga puluh per seratus) dari BPP lebih dari jumlah kursi proporsional yang diperoleh suatu partai politik peserta.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *