Cinta & Benci Karena Allah

Cinta & Benci Karena Allah
KH Luthfi Bashori
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh: KH Luthfi Bashori

Hajinews.id – Gambaran cinta dan benci karena Allah, adalah kepedulian seorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim lainnya, baik kepedulian yang terkait kebaikan maupun kesalahan saudaranya itu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Jika saudaranya itu berbuat kebajikan dalam bingkai aturan syariat, maka ia ridha entah dengan cara mendukungnya, atau mendoakan, atau minimal tidak mengganggunya semisal dengan mendiamkan dan tidak memprotes apalagi mencaci-makinya.

Sebaliknya, jika saudaranya itu berbuat kesalahan yang dinilai melanggar syariat, maka ia tidak segan-segan untuk mengingatkan, semisal dengan mempertanyakan dasar perbuatannya itu, atau mendatangi dan menegurnya agar segera kembali kepada ajaran syariat yang benar, termasuk juga menjaga hati agar tidak fanatik buta terhadap saudaranya yang salah tersebut, apalagi jika berusaha terus membela mati-matian, walaupun saudaranya itu secara terang-terangan telah melanggar aturan syariat, dan yang seperti itu namanya bukan cinta karena Allah, tapi cinta karena hawa nafsu yang menggebu-gebu.

Umumnya yang terjadi di tengah masyarakat, di antara cara membela saudara yang kebetulan menjadi tokoh idola dalam hidupnya, yang saudaranya itu berbuat kesalahan, terutama jika didasari cinta buta akibat pengaruh hawa nafsu, maka seringkali saudaranya itu dibela mati-matian dengan cara menakwili atau menafsiri segala perbuatan salah dan melanggar syariat, agar saudaranya itu terlihat lebih rasional dan dapat diterima oleh semua orang, sekalipun yang dilakulan oleh saudarnya itu sebuah kesalahan fatal dalam standar syariat.

Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang cinta karena Allah, benci karena Allah, memberi karena Allah, dan mencegah (tidak memberi) karena Allah, berarti imannya telah sempurna.” (HR. Imam Abu Daud melalui Sayyidina Abu Umamah RA).

Jadi orang yang telah sempurna imannya itu, ialah orang berani mengakui kebaikan orang lain, dan sekaligus berani mengatakan ‘tidak’ terhadap kesalahan orang lain tersebut, namun tetap menggunakan aturan syariat sebagai standar penilaian.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *