Kegaduhan Demokrasi dan Etika Politik

Kegaduhan Demokrasi dan Etika Politik
Sobirin Malian
banner 678x960

banner 678x960

Daftar Donatur Palestina



Oleh : Dr. Sobirin Malian, Dosen FH Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Hajinews.id – Semakin mendekati tahun politik, adalah wajar jika kegaduhan demokrasi semakin marak. Hal yang tidak wajar manakala masih abainya manusia Indonesia akan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila atau pengabaian manusia terhadap etika politik Pancasila. Hal itu dapat dilacak dari semakin minimnya upaya klarifikasi sesudah kontroversi cawe-cawe Presiden beberapa waktu lalu.

Bacaan Lainnya
banner 678x960

banner 400x400

Demokrasi itu memang gaduh dan kegaduhan politik menjelang tahun politik itu jelas. Tetapi, kegaduhan demokrasi yang terlahir dari beragam kontroversi dengan disertai absurditas, isu-isu halusinatif dengan kemasan hiper-realitas bukanlah watak seorang negawaran yang Pancasilais. Prinsip demokrasi sebagai proses penanaman nilai-nilai mulia kesetaraan yang inklusif telah melewati garis demarkasi karena setara menjadi kebebasan warga untuk melakukan apa saja. Terlebih lagi, isu-isu halusinatif itu dalam ranah politik digital, kemudian direproduksi oleh buzzer politik untuk tujuan menghalangi bahkan menjatuhkan kandidat salah satu Capres, terutama menyerang pihak-pihak yang berseberangan secara ugal-ugalan.

Akal Sehat Politik

Ada yang menyimpulkan bahwa buzzer atau pihak-pihak yang berseberangan kemudian menyerang dengan argumen absurd itu dianggap sebagai penumpang gelap demokrasi. Para penumpang gelap demokrasi ini menggerakkan isu halusinatif dengan tujuan membodohi dan merusak proses pembelajaran politik kewargaan. Ini menjadi bahan bukti bahwa akal sehat kita masih jauh dari etika politik Pancasila.

Manuver politik yang ditampilkan tidak mencerminkan sebuah pembelajaran politik yang santun, tetapi lebih kepada mempertontonkan intrik saling jegal, saling kuasa tanpa mempedulikan nasib rakyat. Dalam agama, sifat demikian disebut hasad, yakni salah satu penyakit ruhani. Hasad atau dengki adalah salah satu yang paling berbahaya untuk kehidupan manusia. Kita disebut hasad kepada seseorang jika kita – tanpa alasan yang terukur, apalagi alasan yang adil – serta merta merasa tidak senang kepada segala kelebihan atau keutamaan yang dipunyainya. Kelebihan itu dapat bersifat kebendaan, seperti misalnya kekayaan harta; dapat juga bersifat keruhanian, seperti, kedudukan, kehormatan atau pretise, kecakapan, dan lain-lain. Jika kita menyimpan kedengkian kepada seseorang, biasanya selain kita membencinya juga diam-diam atau terang-terangan dalam hati kita menginginkan orang itu celaka. Dan kalau sudah begitu, besar sekali kemungkinan kita langsung atau tidak langsung berusaha menjegalnya, mencelakakannya.

Berbarengan dengan itu, kita, apakah melalui sikap dan tindakan kita sendiri atau bisa juga melalui buzzer yang dibayar, terus melancarkan serangan, fitnah, yaitu berita hoax atau berita-berita buruk yang tak benar atau palsu serta berita yang diplintir intinya menghancurkan reputasi orang yang tidak disenangi itu. Jika hal ini dilakukann oleh seorang yang punya kuasa atau pemimpin, maka tak lain dia telah menjadi seorang tiran. Dalam terminologi Qur’an disebut thughyan – asal kata istilah thaghut (si tiran). Seorang tiran selalu ingin memaksakan kehendak kepada lain tanpa memberi peluang kepada orang itu untuk melakukan pertimbangan bebas. Dalam perspektif Qur’an, sikap tiran (tiranik) sangat dilarang dan biasanya dipertentangkan dengan iman kepada Allah. Mengapa begitu? Karena dalam sikap tiranik terselip pandangan, bahwa diri sendiri pasti benar, dan orang lain pasti salah. Yaitu, pandangan memutlakkan diri sendiri.

Kembali lagi ke soal etika politik. Disadari, tidak selamanya politik itu penuh dengan intrik, tipu muslihat apalagi pembodohan. Politik sejatinya dapat memberikan pembelajaran berharga soal bagaimana demokrasi dibangun dengan etika politik Pancasila seperti mengedepankan nilai-nilai permusyawaratan perwakilan. Nilai-nilai yang sejatinya dapat mendorong politik sebagai ruang untuk mengkomunikasikan beragam programatik kandidat dan bukan terjebak pada prosesi pencitraan yang hiper-realistis, apalagi menumpulkan sensibilitas publik.

banner 800x800

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *